JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Kekalahan Timnas ndonesia atas Vietnam, dinilai tidak mengherankan. Kekalahan itu juga membuat langkah anak asuh Shin Tae Yong, terhenti di ajang AFF Mitsubishi Electric Cup 2022.
"Kekalahan itu terkait kualitas pemain, yang sangat ditentukan dengan kualitas kompetisi liga. Sementara, kualitas liga ditentukan dengan kualitas induk federasi sepak bolanya," kata pengamat sepak bola Amsori Bahruddin Syah Amsori, Selasa (10/1).
Sehingga, kekalahan itu tidak mengherankan. Karena menurutnya, pemain sehebat apapun, pelatih secanggih apapun, tidak punya arti jika kualitas kompetisi liganya jelek.
"Ditambah di bawah kepemimpinan federasi sepak bola yang buruk," ujarnya. Seperti diketahui pada leg kedua tim Merah Putih kalah telak dari Vietnam dengan skor 2-0 di Stadion My Dinh, Senin (9/1).
Bahruddin yang juga akademisi Universitas Nasional (UNAS) itu melihat, kekalahan Indonesia atas Vietnam bertepatan dengan momentum 100 hari Tragedi Kanjuruhan, Malang. Menurutnya, hal ini bukan sesuatu yang kebetulan.
"Sebab, bisa jadi ini jawaban dari doa para keluarga korban. Yang tentu ingin tragedi kelam menewaskan 135 nyawa itu segera diusut tuntas," ujarnya.
Karena, ada anak yang mendadak jadi yatim, seorang ibu kehilangan anak kecilnya dan ada keluarga terputus satu generasi. Itu semua karena semuanya meninggal usai menonton pertandingan bola.
"Kita tidak boleh menutup mata. Mereka sudah menggunakan berbagai cara berjuang menuntut keadilan. Entah dari tangan siapa dan doa dari mulut siapa yang berhasil mengetuk hati pemberi keadilan," tandasnya.
Diingatkan
Sehingga, seolah Indonesia diingatkan melalui kekalahan dari Vietnam. Apalagi bertepatan dengan momentum 100 hari Tragedi Kanjuruhan.
"Saya mengingatkan PSSI untuk tidak memandang remeh Tragedi Kanjuruhan, yang seolah terlupakan dan akhirnya dilupakan," tegasnya.
Sehingga, seharusnya ini menjadi peringatan bagi PSSI. Karena ada hal yang penting dari sepak bola, yakni keadilan bagi korban dan keluarga korban.
"Performa pemain Timnas Indonesia juga cenderung terus menurun. Terutama pasca Tragedi Kanjuruhan Malang. Saya menduga, akar masalahnya ada di PSSI sebagai induk organisasi sepak bola di Indonesia, yang terkesan lepas tangan dari tragedi tersebut," ucapnya.
Sehingga membuat tekanan psikologis bagi para pemain dan khususnya Shin Tae Yong. Karena setelah Tragedi Kanjuruhan, pelatih Shin Tae Yong kelihatan tidak nyaman melatih Indonesia.
"Sehingga dampaknya Timnas kalah oleh Vietnam. Beda halnya sebelum terjadi Tragedi Kanjuruhan, dimana Timnas di bawah Shin Tae Yong sangat luar biasa dengan performa maksimal," ungkapnya.