“Supaya tidak terjadi kebutuhan pangan, saling bersaing dengan non pangan dan energi,” ujarnya.
Butuh Peremajaan
Untuk mempertahankan pasokan ke depan, Eddy menyarankan berbagai pihak terkait turut berupaya meningkatkan produktivitas kebun masyarakat, di antaranya lewat replanting atau peremajaan.
“Sebab penanaman kebun masyarakat yang lalu banyak terkontaminasi bibit palsu, sehingga produktivitas rendah. Di samping itu, tanaman (sawit) memang secara umur sudah saatnya diremajakan,” sebutnya.
Baca Juga: Daihatsu Luncurkan Penyegaran GranMax dengan Mesin 1.5L Baru yang Makin Kuat
Di kesempatan terpisah, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana di Jakarta, Senin (29/8) mengatakan, saat ini ada beberapa tantangan di dalam pengembangan biodiesel di Indonesia.
Tantangan-tantangan tersebut adalah, insentif untuk menutup selisih harga indeks pasar (HIP) BBM dengan HIP Biodiesel yang masih bergantung kepada pungutan dana ekspor.
Tantangan lain adalah fluktuasi harga minyak sawit (CPO) dan minyak dunia, serta harga minyak bumi yang rendah dan harga CPO yang tinggi.
Hal ini menyebabkan disparitas HIP antara harga bahan bakar nabati (BBN) dan BBM membesar. “Beberapa bahan pendukung produksi Biodiesel masih bergantung impor,” imbuh Dadan.
Selain itu, besarnya komponen teknologi yang berasal dari luar negeri, membuat tingkat inflasi bisa sangat mempengaruhi nilai investasi.
Artikel Terkait
Bandara Halim Perdanakusuma Siap Layani Penerbangan Komersial Mulai 1 September 2022
Polri Angkat Bicara soal Pengacara Brigadir J Tak Diizinkan Ikuti Rekonstruksi
Paska Rekonstruksi Perkara di Duren Tiga: Putri Candrawathi Dicegah ke Luar Negeri Selama 20 Hari Kedepan