Bambang Haryo Nilai Rencana Kenaikan BBM Bersubsidi Tidak Tepat, Ini Alasannya

- Rabu, 31 Agustus 2022 | 13:03 WIB

Lebih lanjut, Alumnus ITS Surabaya ini mengatakan,  sebenarnya saat ini, masyarakat sudah dirugikan dari kuota BBM subsidi yang berkurang 25% sehingga masyarakat harus menggunakan BBM non subsidi pertamax dan bahkan masyarakat lebih dirugikan lagi

dengan kegagalan Pertamina yang tidak bisa menyediakan BBM subsidi premium yang tentu jauh lebih murah dari pertalite, sehingga beban kemahalan ke masyarakat menjadi bertambah karena harus menggunakan BBM pertalite.

Disebutkan Mantan Wakil Sekjen MTI Pusat ini, bahwa kegagalan Pertamina juga diperparah dengan kemampuan mengimpor bahan bakar dengan harga tinggi dari beberapa negara,

Baca Juga: Ini Dia Dasha Taran, Influencer Keturunan Ukraina-Rusia Yang Cantiknya Kebangetan

sehingga harga jual ke masyarakat menjadi mahal, ini terbukti dari data globalpretrolprices.com pada Solar non subsidi (Diesel) harga jual di Indonesia berada diurutan ke-70 kemahalannya dari 190 negara, dimana peringkat 1. Iran hanya 0,011 USD (Rp.163,-) , peringkat 2. Venezuela hanya 0,022 USD (Rp.327,-), peringkat 3. Libya hanya 0,033 USD (Rp.447,-), peringkat 4. Saudi Arabia hanya 0,168 USD (Rp.2.500,-) dimana negara ini pengekspor minyak ke Malaysia maupun Indonesia, dan peringat 8 . Egypt hanya 0,378 USD (Rp.5.600,-), peringkat 13. Malaysia hanya 0,470 USD (Rp.7.137,-) yang tidak disubsidi oleh pemerintahnya, peringkat 30. Taiwan hanya 0,903 USD (Rp.13.450,-), Thailand hanya 0,975 USD (Rp. 14.527,-) dimana kedua negara ini tidak menghasilkan minyak dan gas tetapi harga Solar/diesel lebih murah dari Indonesia.

Baca Juga: Pilih Busana Jangan Sampai Saltum. Ini Kata Ahlinya

Dimana sangat mengherankan Indonesia masuk di peringkat ke-70 harganya 1,293 USD (Rp.19.925,-) padahal Indonesia masuk negara penghasil minyak terbesar nomor 3 di Asia dan juga penghasil gas terbesar di Asia,

dan bahkan menurut Dirut Pertamina sejak April 2019 Indonesia sudah tidak lagi mengimpor Solar dan sudah bisa menghasilkan Solar sendiri, seharusnya harga Solar di Indonesia bisa lebih rendah dari negara Malaysia"Kata sapaan akrab BHS.

BHS katakan di Indonesia BBM Oktan 95 pun masuk peringkat ke-50 di dunia dari peringkat 1. Venezuela yang hanya 0,022 USD (Rp.327,-), peringkat 2. Libya hanya 0,033 USD (Rp.447,-), peringkat 10. Malaysia hanya 0,457 USD (Rp. 6.809,-) jauh dari Indonesia, sedangkan Indonesia peringkat ke-50 mempunyai besaran 1,167 USD atau setara dengan Rp. 17.540,-, padahal Indonesia merupakan negara penghasil
minyak jauh lebih besar dari Malaysia yang hanya sekitar 60% nya saja.

Baca Juga: WGSH Catatkan Kinerja Positif di Semester Pertama 2022

"Ini harusnya menjadi satu penilaian pemerintah terhadap Pertamina yang kurang bisa maksimal memberikan pelayanan terbaik terutama mengusahakan untuk mengimpor BBM subsidi dengan harga murah, karena kuota dan harga BBM subsidi saat ini tidak rasional, maka saya MENOLAK untuk harga BBM Subsidi harganya dinaikkan saat ini, tetapi bila kondisi anggaran APBN terbatas,

maka pemerintah saat ini tidak perlu menaikkan harga BBM bersubsidi tetapi mengalihkan sisa kuota BBM subsidi fokus untuk transportasi publik dan logistik baik massal dan tidak massal terutama di transportasi laut.

Dan tugas daripada kementerian terkait transportasi publik dan logistik yaitu kementerian perhubungan harusnya ikut mempertahankan keberlangsungan hidup daripada transportasi publik dan logistik agar harga BBM subsidi di transportasi publik, logistik, pertanian dan nelayan tidak dinaikkan. Tutup BHS.***

Halaman:

Editor: Budi Nugraha

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Permudah Izin Usaha, Dorong Daya Saing UMKM

Kamis, 30 Maret 2023 | 21:36 WIB

Jalankan Program TJSL, BNI Fokus pada 3 Pilar

Kamis, 30 Maret 2023 | 15:41 WIB
X