JAKARTA,suaramerdeka-jakarta.com-
.Hostile take over merupakan modus konvensional yang banyak dipraktikkan para mafia tambang. Salah satu cara kerja mafia tambang adalah upaya paksa mengambil perseroan pemilik sah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dengan menggunakan proses hukum yang terlihat legal melalui perjanjian yang dibuat.
Dalam catatan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, model kejahatan yang disebut hostile take over tersebut merupakan modus konvensional yang banyak dilakukan para pelaku mafia tambang dengan tujuan mengambil alih perseroan legal secara murah meriah.
Modus itu pula yang terjadi pada kasus perseteruan PT Asia Pacific Mining Resources (APMR) pemilik saham mayoritas perusahaan nikel PT Citra Lampia Mandiri (CLM) dengan PT Aserra Mineralindo Investama (AMI) d/h PT Aserra Sejahtera Investama (AMI).
Baca Juga: Weghorst Buka Suara Soal Ribut Dengan Messi: Dia Tahu Nama Saya Sekarang
Dalam kasus tersebut proses pengambilalihan paksa CLM didahului proses legal berupa Perjanjian Jual Beli Bersyarat (PJBB) senilai 28,5 juta dolar AS yang baru dibayarkan 2juta dolar AS oleh grup Aserra, kemudian dilanjutkan dengan pertarungan hukum baik melalui RUPS maupun peradilan umum, dan berakhir dengan eksekusi paksa di lapangan dengan bantuan kepolisian.
“Jadi dengan modal kurang dari 10%, AMI mau take over CLM yang memiliki IUP legal tanpa ada itikad untuk membayar sisanya yang US$26,5 juta atau hampir setengah triliun rupiah,” ucap Sugeng, di Jakarta, Sabtu,(24/12).
Latar belakang pertikaian APMR Group dengan Aserra Group yang sudah berjalan selama 4 tahun, Thomas Azali, Direktur APMR dan salah satu pemilik saham CLM mengungkapkan, AMI tetap tidak terlihat beritikad melunasi kekurangan bayar mereka yang sebesar 26,5 juta dolar AS walau telah diberikan waktu perpanjangan di tahun 2019.
Baca Juga: Menyambut Wisuda Universitas Mercu Buana 2022/2023 Mata Hati,Kata Hati
“Tapi ketika kami ingin mundur untuk mencari pembeli lain, mereka tidak terima. Jadi dengan DP (down payment) 2 juta dolar AS, kami digantung seumur hidup,” ujarnya.
Di kemudian hari, Thomas dkk mengetahui dari berbagai pemberitaan bahwa ketika itu PT Apexindo Duta Pratama Tbk (APEX), holding Aserra Group ternyata tengah mengalami masalah keuangan berat hingga nyaris dipailitkan oleh para krediturnya.
“Artinya, saat menandatangani PJBB itu sebenarnya mereka sudah tidak punya uang, tapi tetap ngotot karena ingin mencaplok perusahaan kami. Bisa jadi sejak awal sebenarnya mereka tidak berniat investasi ke CLM tapi hendak menguasai saham APMR secara illegal dengan proses hukum yang seolah-olah legal,” tambahnya.
Baca Juga: Keseharian Orang Asing
Emmanuel Valentinus Domen (Manuel), Direktur APMR pemilik saham mayoritas CLM kemudian membeberkan sejumlah pemberitaan terkait kepailitan APEX pada periode 2018-2019.
Artikel Terkait
Tinjau Smelter Timah di Babel, Presiden: Ini Bukti Keseriusan Kita dalam Hilirisasi Bahan Tambang
LO Kejati untuk Tambang Ilegal Nikel di Salah Satu Daerah, MAKI Ngadu ke Jaksa Agung
Pemilik Tambang Nikel PT CLM Keberatan Dengan Keputusan Dirjen AHU Terkait Kepemilikan Saham
Testimoni Ismail Bolong Diduga Serangan Mafia Tambang kepada Kabareskrim
GAPTA Gandeng LCKI Ungkap Mafia Tambang Kalteng Ada Keterlibatan 2 Oknum Mantan Jenderal Polisi