JAKARTA, suaramerdeka-jakarta – Trauma berat yang menghinggapi rakyat Indonesia, tidak memungkinkan pemerintah Indonesia mengambil Langkah dramatis dalam atasi pandemi Covid-19.
Pemerintah Swedia mengumumkan, pandemic telah berakhir di negara tersebut walau varian Omicron masih terus menginfeksi.
Hal senada dilakukan pemerintah Inggris yang tidak surut untuk tetap membuka lockdown, walau rakyatnya masih terserang varian Omicron.
‘’Perdana Menteri Inggris juga memiliki kebijakan yang sama. Walaupun banyak orang terinfeksi Omicron, namun tidak membatalkan keputusan untuk menyudahi lockdown di negara tersebut,’’ terang apt Drs Julian Afferino, pemerhati kesehatan kepada SuaraMerdeka-Jakarta.com melalui sambungan telepon kemarin.
Keputusan tersebut tentu dilandasi oleh pertimbangan ilmiah dari pakar genetika yang banyak mereka miliki, bahwa varian Omicron yang saat ini tengah menginfeksi dunia, tidak lagi berbahaya.
Menurut Julian Afferino, Omicron memiliki lebih dari 40 titik mutasi. Dengan banyaknya titik mutasi pada Omicron, maka replikasi melambat dan tidak lagi membahayakan.
Namun sayangnya, hal itu tidak bisa diterapkan di Indonesia. Indonesia tetap harus menjaga kewaspadaan.
Menurut Julian, hal itu karena tidak bisa menghilangkan trauma akibat pandemi ini secara cepat.
‘’Masalah terberat di Indonesia saat ini adalah trauma berat, akibat banyak diantara kita yang kehilangan keluarga dalam waktu singkat,’’ katanya.
‘’Anak-anak kehilangan kedua orangtuanya hanya dalam hitungan hari,’’ lanjut Julian.
Baca Juga: Indonesia Menang Dramatis atas Korea, Christian Adinata Jadi Pahlawan
‘’Banyak yang kehilangan pasangan, anak, anggota keluarga lain maupun teman-teman dekat. Itu yang berat dirasakan di Indonesia,’’ ungkapnya.
Karena itu yang penting dilakukan saat ini adalah mengedukasi masyarakat agar tidak ketakutan berlebihan.