JAKARTA, Jakarta.Suaramerdeka.com,- Menghidupkan sejarah, kemudian menyajikannya dalam medium film yang terbatas dengan durasi waktu, adalah bukan perkara yang mudah.
Selalu ada yang luput di mata publik, jika film biopik disajikan di sebuah film.
Bahkan dari mula pembuatannya, sutradara, sebagai persona yang paling bertanggung jawab atas sebuah karya film utuh, sudah mengakui, yang diasajikan adalah sejarah versinya. Bukan versi sejarawan, apalagi penonton.
Makanya membuat dan menghidupkan film bertema sejarah, mempunyai tantangannya sendiri. Itulah makanya sutradara sekelas Oliver Stone sekalipun, saat menghadirkan film Alexander (2004), mengakui betapa beratnya membuat dan menyajikan film bertema sejarah.
Baca Juga: Sehimpun Reportase Jurnalistik Dalam Puisi Benny Benke
Karena toh durasi ideal menonton film, menurut Oliver Stone, menjadi musuh nomor satunya. Karena film Alexander berdurasi 2 jam 55 menit. Atau nyaris 3 jam. Menantang kekuatan fisiologis ideal manusia duduk dan berdiam diri di dalam bioskop, tanpa jeda.
Meski sebenarnya, versi asli film Alexander, menurut Oliver Stone, 45 menit lebih lama dari yang disajikan ke publik!
Lalu bagaimana dengan film biopik grup lawak pertama di Indonesia, yang sangat dan kuat menempel dalam memori publik masyarakat, bernama; Srimulat? Apakah akan mampu benar-benar hadir dengan cara paling pas, laras, pepat dan kuat di mata penontonnya?
Baca Juga: Novel Mari Menari Karya Benny Benke Diterbitkan Relasi Inti Media
Artikel Terkait
Rey Mbayang Sampai Indro Warkop, Nyanyikan Ost Film Cinta Subuh Berjudul Ikhtiarku
Film Tutuge; Tiga Menguak Takdir
Edun, Falcon Pictures Kembali Ke Bioskop Dengan 7 Film Di Tahun 2022
Dahsyat, Film Pesantren Tour de 10 Pesantren di Pulau Jawa
Film Oma The Demonic, Horor Yang Tak Kendor