peluk daun pintu itu
ke dalam bantal mimpimu
menguras serat-serat kayunya dengan pahat air lidah
(maka kita akan dibawa ke pulau-pulau tirani, di sana kaum kapitalis lebih menghargai ilmu pengetahuan ketimbang engkau rajin mencari kotak-kotak surat yang doyan berenang tiap musim berganti)
kemudian akan dibalasnya
secepat kilat listrik
mainan kanak-kanak, perangkat komputer, minyak birahi, hingga laporan basi dari negeri-negeri miskin
lalu putar skrupnya
dengan obeng jantungmu
diselingi tukar pikiran
(mengenai malapetaka rumah ibadah, bungkuskan jadi kado mungil, sebelum engkau buka gemetar kunci daun pintu itu )
setelah itu jadilah tangis rutin
di kamar mandi sampai mencair dari geraham sakit gigi
tak berarti apa-apa
kembali membatu
untuk kita yang muntah mujizat
Jakarta, September 2022
DONGENG ITU KALAH
kalian hanya butuh sebuah pistol kerdil
ketika otak rubayan mulai ditumbuhi saham dua puluh persen
dilepas sauh dari bukit-bukit yang purba
kupilih melarikan diri
gempa bumi di negeri sendiri
ialah ketololan mengapa tak kunjung ke pesta perkawinan
om kusen membangun rumah sakit diabetes melitus
dan tante rina menggores kelamin mabuk
Artikel Terkait
Bahasa dan Sastra Daerah sebagai Aset dan Kekayaan Nasional Tidak Boleh Terpinggirkan
Rayakan Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia, BRIN Luncurkan Dua Buku Hasil Penelitian
Safari Sastra 7 Kampus
Revitalisasi Bahasa Daerah untuk Jaga Kelangsungan Hidup Bahasa dan Sastra Daerah