“Pasti ada alasan yang sangat kuat bagi pemimpin Rusia itu dalam mengambil keputusan yang mempertaruhkan masa depan Rusia akan kemungkinan Rusia terancam dikucilkan dalam masyarakat internasional dan sanksi ekonomi yang lebih keras yang ditujukan untuk mempersempit gerak Rusia dalam percaturan internasional,” kata Ahmad Fahrurodji dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/5/2022).
Dalam pidato resminya Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan serangan itu merupakan operasi militer khusus yang ditujukan untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina.
Baca Juga: Jadi Penggerak Ekosistem Digital, Kebutuhan Talenta Digital Meningkat
Konsep demiliterisasi dan denazifikasi memiliki dua target berbeda, tetapi satu sama lain berkaitan.
Demiliterisasi lebih memiliki motif geopolitik berkaitan dengan perluasan NATO ke Timur yang sudah sampai di pintu depan rumah Rusia.
Rusia dengan menggunakan Pasal 51 Piagam PBB menilai bahwa posisi mereka yang terancam kemudian mempunyai hak untuk melakukan serangan preemptive ke wilayah yang menjadi sumber ancaman.
Hal itu berkaitan dengan penguatan militer Ukraina yang di-support negara-negara NATO yang, menurut Rusia, digunakan untuk menindas bangsa Ukraina keturunan Rusia di timur.
Baca Juga: PMK Jangan Dijadikan Alasan Impor Sapi
Dukungan politik dan militer Barat membangunkan kembali kekhawatiran Rusia akan perluasan pengaruh NATO ke wilayah bekas Uni Soviet.
Sejak awal, lanjut Ahmad Fahrurodji, Rusia menilai eksistensi NATO sudah tidak relevan lagi, seiring dengan berakhirnya Perang Dingin. Rusia mengambil langkah kompromistis dengan menjalin Kemitraan Rusia-NATO, tetapi berbagai upaya akomodatif Rusia itu diabaikan.
Artikel Terkait
Alasan Presiden Jokowi Tak Bisa Kirim Bantuan Senjata Ke Ukraina: Politik Bebas Aktif
Moskow Klaim Belarusia Mau Bantu Putin Gempur Total Ukraina!
Ukraina Rayakan Hari Kemenangan dan Hari Persatuan Eropa
Invasi Rusia ke Ukraina Yang Berkepanjangan, McDonald's Putuskan Hengkang Dari Rusia