Tak Dibayangkan Pembuatnya, Konstitusi Dinilai Masih Bolong-bolong

- Sabtu, 18 Maret 2023 | 03:01 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berfoto bersama usai membuka Media Gathering dengan tema Peran Media dalam Mewujudkan Rumah Kebangsaan MPR RI.  (Saktia Andri Susilo)
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berfoto bersama usai membuka Media Gathering dengan tema Peran Media dalam Mewujudkan Rumah Kebangsaan MPR RI. (Saktia Andri Susilo)

BANDUNG, suaramerdeka-jakarta.com - Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 dinilai masih memiliki banyak celah. Misal, tidak adanya aturan yang mengatur bila Pemilihan Umum tidak bisa dilaksanakan tepat waktu

"Konstitusi kita hari ini masih banyak bolong-bolongnya. Saya yakin, para pembuat UUD dulu tidak membayangkan, kalau Pemilu tidak bisa dilaksanakan secara tepat waktu," kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di Lembang, Bandung, Jumat (17/3).

Hal itu disampaikannya dalam Media Gathering dengan tema Peran Media dalam Mewujudkan Rumah Kebangsaan MPR RI. Menurutnya, semua pihak harus berani menyiapkan diri dan bicara terbuka tanpa ada rasa marah dengan adanya kenyataan tersebut.

"Kalau kita bicara mengenai hal ini, pasti orang ramai. Akan tetapi kita harus berani memasuki wilayah institusi ini untuk jaga-jaga," ujarnya.

Sebab, karena dalam konstitusi, masa jabatan presiden atau jabatan-jabatan oleh pemilu adalah lima tahun. Dimana hal itu berarti berakhir tanggal 20 Oktober setiap lima tahun sekali.

"Coba bayangkan kalau pandemi Covid-19 baru mulai hari ini, apakah Pemilu 2024 dimungkinkan? Apakah dimungkinkan kita menggelar pemilu saat ada bencana berskala besar," tandasnya.

Diatur
Dalam skala kecil, hal itu diatur. Khususnya apabila di daerah-daerah yang kena bencana, maka Pemilu di wilayah itu bisa ditunda.

"Akan tetapi kalau seluruhnya yang menyangkut jabatan presiden, wakil presiden, DPR di semua tingkatan, hal itu belum kita pikirkan dan kita atur," tegasnya.

Karena begitu masa jabatan lima tahun habis, maka sudah berakhir. Kalaupun terpaksa ditunda, posisinya adalah penjabat atau pelaksana tugas.

"Saya tidak bisa membayangkan bila ada penjabat anggota DPR, penjabat presiden, pejabat wapres. Hal semacam ini perlu didiskusikan, siapa yang memiliki kewenangan," ucapnya.

Dimana memang semuanya ujungnya ke MPR. Karena pemilu ditunda atau tidak ditunda akibat sesuatu dan lain hal, bencana atau perang dalam skala besar, ujungnya memang MPR.

"Tetapi bagaimana dengan jabatan-jabatan yang dihasilkan melalui pemilu? Yang kedua, tentang pengangkatan presiden, TAP MPR hanya diatur untuk pemberhentian presiden dan pengangkatan presiden dalam masa jabatan," jelasnya.

Mencabut
Akan tetapi, kata dia, pelantikan presiden di awal jabatan tidak ada TAP-nya. Hanya mengatakan sumpah di depan parlemen MPR, di depan Ketua Mahkamah Agung tentang berita acara.

"Namun tidak ada SK-nya dan tidak ada TAP MPR-nya. Dimana hanya ada keputusan KPU. Kalau terjadi apa-apa bagaimana mencabutnya," ucapnya balik bertanya.

Halaman:

Editor: Arif Muhammad Iqbal

Tags

Terkini

Begini Cara Menaikkan Citra di Sosial Media.

Kamis, 23 Maret 2023 | 11:47 WIB

BPOM Pastikan Obat Sirup Sudah Aman

Rabu, 22 Maret 2023 | 17:59 WIB
X