INFID Serukan Pemerintah Tak Tutup Mata soal Konflik Petani dengan PTPN V

- Minggu, 10 Oktober 2021 | 09:16 WIB
Intan Bedisa, Communication and Digital Officer INFID (Foto: tangkap layar Instagram @intanbedisa)
Intan Bedisa, Communication and Digital Officer INFID (Foto: tangkap layar Instagram @intanbedisa)

JAKARTA, suaramerdeka.com- Pemerintah didesak memperhatikan proses hukum yang menimpa dua petani sawit di Kampar Riau, yang kini dijadikan tersangka karena diduga menjual hasil kebunnya sendiri.

Kedua petani tersebut merupakan anggota dari Koperasi petani sawit Makmur (Kopsa M) di Desa Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar, Riau. 

Desakan tersebut datang dari International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam bidang pembangunan di Indonesia dan terakreditasi oleh PBB.

Baca Juga: Wanita Cantik Ini Bersembunyi di Kamar Kecil Selama 15 Hari saat Taliban Menggeledah Rumahnya

INFID menyerukan agar pemerintah tak menutup mata terkait konflik yang melibatkan para petani dengan PTPN V di Kampar, Riau. Apalagi, yang melaporkan petani ke ranah hukum adalah PTPN V.

“Terdengar janggal? Sedih, namun begitu faktanya. Kita tidak boleh menutup mata atas sejumlah konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan perkebunan yang beberapa di antaranya dikelola BUMN, seperti PTPN dan Perhutani,” kata Intan Bedisa selaku Communication and Digital Officer INFID melalui keterangannya, Minggu, 10 Oktober 2021.

Untuk mencari keadilan, petani Kopsa M telah mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi, Menkopolhukam Mahfud Md, Menteri BUMN Erick Thohir, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung St Burhanuddin.

Baca Juga: Bentuk Tim Pembela Akidah untuk Kasus Napoleon, Langkah Ahmad Yani Dipertanyakan

Dalam surat terbuka yang diterima INFID pada 7 Oktober 2021, kata Intan, Kopsa M menceritakan perjuangannya saat ini untuk pengembalian lahan kebun yang telah beralih kepemilikan kepada perusahaan-perusahaan swasta melalui proses yang diduga melawan hukum.

Surat tersebut, lanjut Intan, mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari 750 hektare kebun Kopsa M yang telah beralih kepemilikan.

Kopsa M juga menanggung beban utang sebanyak lebih kurang Rp 150 miliar akibat pembangunan kebun gagal yang dilakukan oleh oknum-oknum PTPN V di masa lalu, tepatnya pada 2003-2006.

Baca Juga: Diancam WADA soal Doping, Begini Penjelasan Menpora

“Tidak jarang konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan terjadi karena ketidakjelasan batas dan hak kepemilikan lahan. Konflik lahan ini memicu permasalahan lainnya, yaitu ketimpangan kesejahteraan,” jelasnya.

“Masyarakat sekitar mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari di lokasi usaha perusahaan. Kegiatan ini justru disikapi oleh perusahaan sebagai perbuatan melanggar hukum dan diproses melalui mekanisme pidana. Kegiatan usaha PTPN dan Perhutani juga sangat mungkin berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar,” papar Intan.

Halaman:

Editor: Arif Muhammad Iqbal

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Mindset adalah Kunci

Kamis, 30 Maret 2023 | 15:23 WIB

Komedi dan Tragedi Sepak Bola Indonesia.

Kamis, 30 Maret 2023 | 12:07 WIB

Pengguna Medsos Indonesia Capai 219,9 juta.

Rabu, 29 Maret 2023 | 18:47 WIB
X