JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Head of Center Innovation and Digital Ekonomi INDEF Nailul Huda mengatakan, berdasar data sampai dengan Juni 2021, 95 persen pinjaman online (pinjol) yang pernah beroperasi di Indonesia bersifat ilegal. Kemudian, 5 persen saja yang sifatnya legal.
“Yang sangat miris sebenarnya ketika kita melihat permintaan yang begitu banyak, namun pinjol yang legal semakin sedikit dan semakin menurun. Dimana di awal tahun sebanyak 160 dan menjadi 106 pada saat ini," katanya di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/10).
Hal itu disampaikannya dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema Berantas Pinjol Ilegal, Seberapa Kuat Aturan OJK? Menurutnya, hal itu menandakan bahwa permintaan masyarakat terhadap pinjol semakin meningkat.
Hal itu sebenarnya harus dibantu dengan penguatan regulasi. Dimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mau memperbaiki Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016. Dikatakan, masyarakat masih mengunakan pinjol ilegal karena dipengaruhi oleh suku bunga.
“Kalau kita lihat, sebenarnya pinjol ilegal dan pinjol legal hampir mirip. Baik dalam proses administrasi maupun yang lainnya, kemudian ditawarkan dengan suku bunga yang hampir sama. Yang jadi masalah adalah yang ilegal, meminta lebih banyak akses telepon selular dan bukan hanya tiga macam,” ucapnya.
Oleh karena itu, makin banyak masyarakat yang terjebak di pinjol. Adapun salah satu cara untuk menarik masyarakat untuk bisa ke pinjol legal adalah harus diatur suku bunganya. Saat ini peraturannya 0,08 persen per hari. “Dari beberapa kasus pinjol yang meresahkan masyarakat, pertanda pemerintah sudah harus turun tangan,” tegasnya.
Artikel Terkait
Masyarakat Jadi Korban Pinjol Karena Tak Miliki Pilihan
OJK Akui Ada Oknum Salahgunakan Pinjol
Pemberantasan Pinjol Butuhkan Sinergi
OJK: Pinjol Miliki Tujuan yang Sangat Baik