Teliti Tradisi Balon Syawal Pekalongan-Wonosobo Berujung Gelar Doktor

- Minggu, 7 November 2021 | 16:13 WIB
ilustrasi balon udara (Budi Nugraha)
ilustrasi balon udara (Budi Nugraha)

JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com- Tradisi menerbangkan balon udara pada bulan Syawal di Pekalongan dan Wonosobo yang indah namun membahayakan penerbangan komersial ternyata merupakan fenomena yang mengantarkan Algooth Putranto berhak atas gelar Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Sahid.

"Tahun 2000-an akhir, saat masih menjadi reporter di Bisnis Indonesia dan masih kerap meliput di desk umum saya sempat dengar tradisi ini. Malah sempat ada rekor MURI. Belakangan justru lebih sering dengar masyarakat kucing-kucingan dengan aparat," tuturnya, Sabtu (7/11).

Ingatan tentang eksistensi tradisi balon udara masyarakat Pekalongan dan Wonosobo kemudian terbuka kembali ketika Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau dikenal Airnav Indonesia menggelar Java Balloon Festival.

Baca Juga: AirNav siap layani kembali penerbangan internasional di Bali

"Itu ditambah dalam sesi sebuah kuliah, Kang Budi Nugraha, wartawan senior Suara Merdeka mempresentasikan fenomena tradisi balon udara yang ternyata menjadi konflik antara negara dan masyarakat. Jadi sebetulnya ini bukan topik utama riset saya," tuturnya.

Saat itu, lanjutnya, saya mendapat ide dari mas Ryan Wurjantoro pejabat SKK Migas untuk melakukan riset tentang konflik antara masyarakat dan negara dalam kasus penambangan minyak bumi ilegal di Sumatera yang belum terselesaikan sampai saat ini.

"Saya mundur teratur ketika berhitung tentang kemungkinan harus tinggal di lokasi selama tiga bulan. Hal yang sama juga terjadi ketika saya mengubur ide riset tentang riset konflik negara, korporasi dengan Suku Anak Dalam di Jambi," paparnya.

Baca Juga: AirNav siap layani kembali penerbangan internasional di Bali

Alhasil dengan membulatkan tekad Algooth mengajukan proposal riset tentang balon udara tradisional Syawal. "Banyak rekan dan dosen yang langsung tertawa, tetapi mungkin karena lucu setiap kali menjalani fase disertasi justru makin banyak yang tertarik. Saya berterima kasih dengan masukan yang diberikan."

Dalam perjalanan riset ini, ditemukan fenomena balon udara tradisional ternyata bukan sesuatu yang sederhana. Bagi warga Wonosobo dan Pekalongan, setiap bulan Syawal atau bulan ke-10 tahun Hijriah dalam penanggalan Jawa adalah hal yang istimewa.

Hari pertama bulan Syawal adalah Idul Fitri atau biasa disebut sebagai Lebaran, hari kemenangan bagi umat Muslim setelah sebulan berpuasa. Sedangkan hari ke-8 Syawal--biasa disebut sebagai Syawalan—tak kalah pentingnya bagi masyarakat Islam tradisional. Dalam tradisi Syawal tersebut, masyarakat di wilayah Wonosobo dan Pekalongan menjalankan ritual menerbangkan balon udara tradisional.

Baca Juga: Direnovasi, Kawasan Pantai Pasir Kencana Pekalongan Siap Dibuka November

Waktu penerbangan kedua wilayah tersebut berbeda namun proses pembuatan hingga penerbangan balon yang dilakukan sama-sama dilakukan secara bergotong royong.

Untuk menjalankan ritual balon, masyarakat mengumpulkan modal untuk membuat balon, menghadiri pembuatan balon hingga puncaknya adalah--bersama-sama terlibat ketika balon diterbangkan.

Halaman:

Editor: Budi Nugraha

Sumber: Wawancara

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X