Menurutnya, di negeri yang penuh keragaman seperti Indonesia, silaturahmi dan kebersamaan amat dibutuhkan.
Baca Juga: Pidato Presiden Ukraina di Parlemen UE: Kami Ingin Melihat Anak-anak Kami Hidup
“Kita cari titik persamaan, jangan titik perbedaan. Dibutuhkan juga tolong menolong dan gotong royong. Ini penting untuk Kembali dihidupkan karena mulai padam dan ditinggalkan oleh masyarakat,” katanya.
Sementara Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar mengingatkan lagi bahwa kemerdekaan yang dicapai Indonesia pun merupakan hasil dari kumpulan rasa cinta yang amat besar terhadap negara serta gotong royong dari begitu banyak elemen bangsa, antara lain kaum nasionalis dan juga para ulama.
“Bagi warga NU, NKRI harga mati itu bukan jargon semata. Merawat dan menjaga NKRI sama pentingnya menjaga Islam,” Marzuki mengungkapkan.
Baca Juga: Persija Dikalahkan Persib 0-2, Maung Bandung Dekati Bali United di Puncak Klasemen Liga 1
Ia juga menjelaskan sebuah analogi yang menggambarkan pernyataannya tersebut. Menurutnya, kemerdekaan Indonesia ini merupakan berkah luar biasa bagi NU dan juga bangsa Indonesia.
“Kami tidak tahu andai kita tidak merdeka seperti sekarang, apakah Islam di Indonesia akan bisa semaju ini? Segala prestasi dan pencapaian yang diraih para santri baik dalam hal keagamaan maupun kenegaraan, ini semua karena berkah NKRI berdiri.
Kalau NKRI tidak merdeka dan kondusif seperti ini, tidak mungkin para masyayikh dan kyai bisa melakukan pembinaan-pembinaan, pengajaran-pengajaran dakwah maupun taklim sampai akhirnya mencapai prestasi seperti itu,” Marzuki mengatakan.
Baca Juga: Indonesia Usung Tiga Isu Prioritas di EDM-CSWG G20
Hal tersebut membuat seluruh warga NU menyadari bahwa menjaga harapan serta mempertahankan NKRI itu sama pentingnya dengan merawat Islam itu sendiri. “Tidak usah dibeda-bedakan.
Bila kita sangat mencintai Rasul, kalau tidak diikuti dengan nilai-nilai cinta tanah air, syubbanul wathan, itu sama-sama belum menyempurnakan. Kalau tidak cinta Rasul tidak sempurna imannya, maka tidak cinta NKRI, tidak cinta tanah air, juga belum sempurna imannya. Hubbul wathan minal iman,” kata Marzuki.
Ia juga mengenang persahabatan antara Bung Karno dan Hadratussyaikh Hasyim Ashari yang terjalin panjang dan mewarnai sejarah bangsa Indonesia. “Kaum Nasionalis dahulu sangat dekat dengan ulama dan dunia santri. Bung Karno, Mbah panjengenan dahulu, misalnya, kalau ada kesulitan, sowannya ke Mbah Hasyim.
Baca Juga: Liga Basket Putri Akan Bergulir, Klub Antusias
Lalu Bung Tomo, yang full pejuang nasionalis itu ternyata juga santri. Dia nyantri ke Malang. Jadi dahulu itu, yang nasionalis nyantri ke Kyai, yang Kyai juga nasionalis. Klop sudah,” Marzuki berujar.
Artikel Terkait
Puan Maharani Imbau Anggota Legislatif PDIP Maksimalkan Pelaksanaan Fungsi Dewan untuk Kesejahteraan Rakyat
Puan Maharani Pastikan DPR Akan Segera Bahas RUU TPKS Dengan Pemerintah
Ketua DPR RI Puan Maharani Tegaskan Komitmen Perjuangkan Pengesahan RUU TPKS
Puan Maharani Harapkan Masa Depan Yang Baik Bagi Anak Bangsa