BADUNG, suaramerdeka-jakarta.com – Pengadopsian teknologi digital dalam pemilihan umum, dinilai memiliki manfaat untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik yang legitimate. Baik dalam tahapan pemilih, verifikasi identitas pemilih, pemungutan suara, penghitungan suara hingga transmisi dan tabulasi hasil Pemilu.
“Oleh karenanya, penyelenggaraan Pemilu 2024, bisa menjadi momentum untuk menghasilkan pemimpin masa depan Indonesia, dengan komitmen digitalisasi Indonesia,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate dalam Rapat Koordinasi Digitalisasi Pemilu untuk Digitalisasi Indonesia di Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (22/3).
Menurutnya, digitalisasi dalam Pemilu sangat mungkin dilakukan, karena sudah banyak negara yang sudah mulai menerapkan e-Voting. Estonia menjadi negara terdepan di dunia, karena keberhasilan mengadopsi pemungutan suara secara digital.
“Yaitu melalui pemungutan suara online yang bebas, adil dan aman, serta melalui sistem e-vote atau internet voting,” ujarnya. Dikatakan, negara Baltik tersebut telah melaksanakannya sejak tahun 2005.
Negara itu juga telah memiliki sistem Pemilu digital di tingkat kota dan negara. Sementara di Uni Eropa, telah digunakan oleh 46,7 persen penduduk. “Jadi bukan baru, termasuk KPU sudah lama juga menyiapkannya. Digitalisasi tahapan Pemilu juga tengah berlangsung di India,” tandasnya.
Dimana KPU di negara dengan populasi penduduk kedua terbesar di dunia itu, saat ini tengah bekerja sama dengan salah satu perguruan tinggi untuk mengembangkan teknologi blokchain. Dia menegaskan, India sedang menggunakan blockchain untuk mendukung voting jarak jauh dalam pemilihan umum (televoting).
“Diharapkan dapat direalisasi dalam pemilihan umum India tahun 2024 mendatang. Jadi kalau kita melakukan benchmark dan studi tukar informasi dan pengetahuan, serta pengalaman, bisa dilakukan bersama mereka,” tegasnya.
Tahapan pemungutan suara secara elektronik atau e-Voting juga telah digunakan di 34 negara di dunia, yang dilakukan dalam berbagai bentuk dan tingkatan. Dia menambahkan, pelaksanaan e-Voting itu melibatkan badan manajemen Pemilu atau electoral management board di skala nasional.
Termasuk juga dalam skala sub-nasional seperti pemilihan anggota legislatif daerah. “Pada saat menjadi anggota DPR dan menyusun kodifikasi undang-undang dulu, saya melakukan kunjungan kerja, termasuk ke Jerman. Disana kami mendiskusikan dengan Badan Pemilihan Umum,” tuturnya.
Kesiapan
Dia menjelaskan, hal yang penting diperhatikan bersama bukan saja proses secara digital saja. Namun, lebih pada kesiapan masyarakat untuk menjaga tingkat kepercayaan dalam setiap tahapan Pemilu termasuk, saat verifikasi dan re-verifikasi data.
“Ini yang perlu kita perhatikan betul-betul. Tren digitalisasi Pemilu dapat dilihat dari ragam visi dan pengadopsiannya dalam tahapan pemungutan suara di beberapa negara di dunia,” ucapnya.
Hal itu mengingat transformasi digital di level global memengaruhi beragam aktivitas manusia. Oleh karena itu, digitalisasi Pemilu menjadi keniscayaan sebagai bagian dari praktik demokrasi dan manifestasi kedaulatan rakyat Indonesia.
“Namun demikian, tren digitalisasi dan bahkan kini muncul era cyber election yang ditandai dengan beberapa karakteristik. Pertama adalah keberadaan inovasi digital sebagai bagian dari solusi. Kedua, arus data dan komunikasi. Ketiga, mengenai karakteristik percepatan laju komunikasi. Keempat, komodifikasi data electoral,” paparnya.
Mengenai inovasi digital, dia menyatakan secara teknis upaya akselerasi pembangunan infrastruktur TIK oleh pemerintah diharapkan memudahkan digitalisasi. Namun, salah satu tantangan terbesar berkaitan dengan Legitimasi.