JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Penunjukkan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan, dinilai akan menjadi pertaruhan besar bagi reputasi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Khususnya menjelang berakhirnya masa jabatannya pada 2024 mendatang.
“Penunjukkan itu juga merupakan anomali terbesar abad ini,” kata Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta dalam diskusi Gelora Talks bertema Kapan dan Bagaimana Akhir perang Rusia-Ukraina: Apa Dampaknya terhadap Ekonomi Dunia, Rabu (15/6).
Menurutnya, keberhasilan dan kegagalan Jokowi nantinya akan ditentukan oleh Zulkifli. Dia juga mengaku salut atas keberaniannya menerima posisi Mendag.
“Saya ingin katakan, Pak Zulkifli Hasan berani benar menjadi Mendag. Ini seperti menggenggam bara api, karena bukan masalah sederhana. Tapi saya salut atas nyalinya yang berani menggenggam bara api,” ujarnya.
Dia menilai, pergantian Mendag merupakan dampak dari perang Rusia-Ukraina, yang mulai terjadi sejak 24 Pebruari 2022 lalu. Dimana saat ini Indonesia dinilai mulai merasakan adanya dampak kenaikan harga komoditas energi dunia (minyak dan gas) dan harga bahan pangan.
“Sehingga menyebabkan tingginya inflasi. Mendag diganti, karena kesalahan dia sendiri dalam menerapkan kebijakan. Sebab, bagaimana bisa negara produsen terbesar sawit mengalami kelangkaan minyak goreng. Hal itu sama saja dengan kelangkaan BBM yang terjadi di Arab Saudi,” tandasnya.
Kebingungan
Dia menambahkan, sebagian besar pemimpin di dunia termasuk di Indonesia, mulai kebingungan dan tidak mengerti cara dalam menghadapi krisis yang sangat kompleks saat ini. Sudah banyak presiden dan perdana menteri di dunia ini yang jadi korban," tegasnya.
Dimana pemerintahannya jatuh akibat krisis. Tapi bedanya, di sini korbannya Mendag. Dia juga berpandangan, penunjukan Zulkifli sebagai Mendag, belum tentu akan menyelesaikan permasalahan krisis sekarang.
“Malahan sebaliknya, justru bisa memicu krisis ekonomi akan semakin dalam dan berlanjut ke krisis sosial dan politik. Reputasi kabinet dan Pak Jokowi yang dipertaruhkan,” imbuhnya.
Sementara ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menilai, larangan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya yang sempat diberlakukan sebelumnya oleh Muhammad Lutfi beberapa waktu lalu, merupakan kesalahan besar. Selain itu juga kerugian bagi Indonesia yang menyebabkan kehilangan devisa negara sebesar 2 miliar dolar AS.
“Sebagai produsen terbesar minyak nabati dunia, Indonesia harus bisa memanfaatkan secara maksimal besarnya permintaan pasar dunia saat ini. Sehingga bisa mendapatkan penerimaan besar di luar pajak, guna memperkuat APBN,” jelasnya.
Apalagi, dampak dari perang Rusia-Ukraina adalah kenaikan harga minyak mentah dunia, minyak sun flower (bunga matahari) dan minyak nabati/CPO (minyak goreng).
Berpartisipasi
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan Tiongkok Imron Cotan menambahkan, Jokowi sedang mencoba mengakomodasi partai politik untuk berpartisipasi dalam kabinetnya. Hal itu dalam rangka menghadapi turbulensi dari dampak perang Rusia-Ukraina yang akan datang.
“Dimana perang Rusia-Ukraina masih akan berlangsung lama. Rusia ingin mengakhiri dominasi Amerika Serikat (AS) dalam energi maupun tujuan strategis lainnnya,” jelasnya.