Asob Ahmed Datang, Novel Festival Kesunyian Menjelang

- Sabtu, 2 Juli 2022 | 17:57 WIB
Novel Festival Kesunyian karya Asob Ahmed (Bb)
Novel Festival Kesunyian karya Asob Ahmed (Bb)

 

JAKARTA, Jakarta.Suaramerdeka.com,- Anda tidak harus menguasai satu atau
beberapa Teori Sastra Metode Kritik dan Penerapannya, untuk mendekati, membaca dan memahami novel Asob Ahmed. Tanpa bekal ilmu dasar kritik sastra itu, tetap boleh dan sangat dianjurkan malah, untuk membeli dan membaca novel setebal 511 halaman, dan terdiri dari 62 bab ini.

Novel terbitan Rekam Skena Publishing yang posisi editor, lay out, dan cover-nya digarap Ahmad Sobirin, atau Asob Ahmed sendiri itu menunjukkan betapa seriusnya si empunya nama ingin memperkenalkan novel ini ke publik ramai. Hanya Pemeriksa aksara-nya diserahkan kepada Wawan Arif Rahmat. Anak Sastra Undip yang sangat paham skena dunia penerbitan di Indonesia.

Baca Juga: Yenny Wahid vs Muhaimin Iskandar; Terlukalah Sampai Kau Mampus!

Di novel Cetakan pertama, Juli 2022, yang ditulis persona yang citranya terkait dengan even seperti Prambanan Jazz Festival, JogjaRockarta Festival, Batik Music Festival, Mocosik Festival, dan Borobudur Symphony, ini campuran bermacam-macam teori sastra ilmiah yang sering kali saling bertentangan, juga tidak harus kita gunakan sebagai bekal.

Bebas saja. Membaca tinggal membaca saja juga sangat tidak mengapa. Kaidah teori sastra yang baru mulai masuk ke Indonesia, seperti strukturalisme, sosiologi sastra, semiotika, estetika resepsi, dekonstruksi, dan kritik feminis tidak diperlukan dalam mengasup novel ini.

Sebab, di novel karya pria kelahiran Grobogan, Jawa Tengah, 13 Juni 1976 ini, tidak harus membekali diri dengan ilmu susastra untuk mendekati novel ini. Sehingga cerita ihwal berbagai latar pertunjukan dan konser di tempatnya bekerja, yaitu di Rajawali Indonesia Communication, promotor musik di Jogjakarta, mengalir tanpa beban.

Asob Ahmed dan Bb
Asob Ahmed dan Bb (Bb)

Baca Juga: Che dan Borobudur

Bahkan bisa menjadi semacam panduan, atau pintu masuk untuk memahami sejumlah persoalan dan dinamikanya saat Rajawali Indonesia Communication mengadakan sejumlah konsernya. Seperti saat ini sedang menggelar Prambanan Jazz Festival 2022, yang telah memasuki angka sewindu.

Jadi baca saja dulu, bahkan tanpa harus tahu teori semiotika sekalipun. Karena novel ini bahkan lebih suka berbicara ihwal senja, daripada sejumlah teori kritik sastra di atas.

Sebagaimana dituliskan Asob Ahmed; "Tidak ada senja di festival musik mana pun yang bisa menandingi senja yang mengiringi alunan komposisi nada yang dipentaskan di depan mahakarya candi Prambanan. Tidak ada sepasang kekasih yang akan melewatkan momen romantis itu tanpa bergandengan tangan. Pun, tidak ada hati paling nestapa di dunia yang tidak diurapi penghiburan saat menyaksikan senja ajaib di Prambanan Music Festival".

Baca Juga: Penerimaan; Kepada Ridwan Kamil dan Atalia Praratya

Demikianlah Asob Ahmed menjelaskannya dengan sangat jernih sekali. Karena novel; "Ini hanya kisah sehari-hari biasa dari beberapa orang biasa yang terlibat dan bersinggungan dengan salah satu festival musik terbesar di Indonesia.

Kisah yang berjalan pelan selama tujuh hari mulai persiapan hingga pelaksanaan festival, dan berakhir dengan peristiwa yang akan mengubah jalan hidup semua tokohnya untuk selamanya.

Halaman:

Editor: Budi Nugraha

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Hasto Sebut Keakraban PDIP dan PAN Sudah Lama

Jumat, 2 Juni 2023 | 17:28 WIB

Rumi; Akulah Tiangnya Ka'bah.

Jumat, 2 Juni 2023 | 09:36 WIB

Tiba di Mekkah, Kloter 1 Langsung Umroh Wajib

Kamis, 1 Juni 2023 | 23:25 WIB
X