JAKARTA, Jakarta.Suaramerdeka.com, – Kuasa Hukum Mardani H. Maming menghadirkan tiga ahli dalam sidang praperadilan lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (21/7/ 2022). Agenda sidang kali ini adalah pembuktian dan saksi dari pihak Mardani Maming.
ahli yang dihadirkan adalah ahli Hukum Tata Negara dan Ilmu Perundang-undangan, Aan Eko Widiarto, ahli Hukum Pidana dan Perdata, Flora Dianti, dan ahli Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Kepailitan, Teddy Anggoro. Para ahli ini menjelaskan dan menguatkan argumen tim Kuasa Hukum Mardani Maming bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berwenang menangani perkara dugaan suap terkait pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, saat Mardani Maming menjabat bupati pada 2010 hingga 2018.
Baca Juga: Bohong
Salah satu anggota tim Kuasa Hukum, Denny Indrayana, menyatakan perkara yang menjerat Madani Maming murni urusan bisnis antarperusahaan. Dalam jawaban atas argumen tim Kuasa Hukum, KPK seakan-akan menjadikan transaksi bisnis antarperusahaan, yang didasarkan atas perjanjian jelas, sebagai sarana penyaluran suap kepada Mardani Maming.
Selain itu, para ahli yang dihadirkan memperkuat argumen tim Kuasa Hukum bahwa proses penetapan tersangka atas Mardani Maming telah melanggar hak asasi manusia (HAM).
Baca Juga: Yenny Wahid vs Muhaimin Iskandar; Terlukalah Sampai Kau Mampus!
“Ada ahli Hukum Tata Negara dan Ilmu Perundang-undangan, Hukum Acara Pidana dan Perdata, serta PKPU-Kepailitan. Mereka menjelaskan bahwa KPK tidak berwenang menangani perkara ini dan ada proses penyidikan yang melanggar HAM serta due process of law,” kata Denny. “Jadi, bagi kami, yang terjadi adalah kriminalisasi transaksi bisnis.”
Aan Eko Widiarto menegaskan Pasal 50 Undang-Undang KPK harus dimaknai bahwa KPK tidak berwenang menangani perkara yang sudah lebih dulu diproses oleh penegak hukum lain. Dalam perkara yang melibatkan Mardani Maming, Kejaksaan telah menyelidikinya pada 29 Januari 2021 (dan prosesnya sudah berjalan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin) sementara KPK baru memulai penyelidikan terhadap perkara yang sama pada 8 Maret 2022.
Baca Juga: What the Fuck (Pembacaan atas Prambanan Jazz Festival 2022).
“Sudah ada penanganan perkara yang sama di Kejaksaan Agung,” kata Denny seusai sidang praperadilan.
Flora Dianti menjelaskan, karena KPK menetapkan tersangka di awal proses penyidikan, maka proses itu salah dan status tersangka pada Mardani Maming tidak sah. Ini karena menurut hukum acara yang berlaku, penetapan tersangka dilakukan di akhir proses penyidikan atau setelah menjalani proses penyelidikan dan penyidikan.
“Pernyataan Doktor Flora menunjukkan bahwa ketika proses penyidikan dimulai, (KPK) tidak boleh menetapkan tersangka,” papar Denny. “Di situ, ada cacat, dan bisa membuat penetapan tersangka tidak sah.”
CheBaca Juga: Che dan Borobudur
Teddy Anggoro memaparkan proses utang-piutang antarperusahaan. Dengan adanya perjanjian yang dibuat antarperusahaan, maka urusan tersebut masuk ke dalam wilayah perdata.
Artikel Terkait
IUP yang Ditandatangani Mardani H Maming DiklaimTidak Dipersoalkan dalam Putusan
Istri Pertama dan Kedua Mardani Maming Tak Penuhi Panggilan KPK
Soal Kasus Mardani Maming, Gus Salam Kritik Ketua Umum PBNU Lewat Surat Terbuka