JAKARTA- Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Fadil Zumhana menyetujui empat Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum, Fadil Zumhana; Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda, Agnes Triani; Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan RI, Ketut Sumedana mengungkapkan, empat berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu, satu tersangka Rulli dari Kejaksaan Negeri Serang yang disangka melanggar Pasal 45 Ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 dan Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dua, tersangka Wrwen dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Tiga, tersangka Setiawan dari Kejaksaan Negeri Bantul yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) subsidiair Pasal 44 Ayat (4) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Empat, tersangka Aminah, Era, dan Eka dari Kejaksaan Negeri Batubara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
"Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan adalah: Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun," ujar Ketut di Kejaksaan Agung.
Dia menjelaskan, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Ketut mengatakan, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.(***)