Kebijakan Beras Perlu Diadopsi untuk Komoditas Pangan Lain

- Senin, 15 Agustus 2022 | 20:03 WIB
Indonesia menerima penghargaan dari IRRI atas keberhasilan swasembada pangan. (Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)
Indonesia menerima penghargaan dari IRRI atas keberhasilan swasembada pangan. (Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)

JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Penghargaan dari Institut Penelitian Padi Internasional (IRRI) kepada Indonesia, dinilai buah dari implementasi UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dimana UU tersebut tidak membolehkan impor pangan selagi masih bisa diproduksi oleh petani di dalam negeri.

"Demikian pula dalam UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang juga disebutkan demikian," kata Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih di Jakarta, Senin (15/8).

Seperti diketahui, Indonesia menerima penghargaan dari IRRI, karena telah memiliki sistem ketahanan pangan yang baik. Selain itu, berhasil swasembada beras pada periode 2019-2021.

Penghargaan diserahkan Direktur Jenderal IRRI Jean Balie kepada Presiden RI Joko Widodo. Menurut Henry, Jokowi memang menekankan tidak akan impor beras.

"Komitmen itu harus dihargai. Sebab dengan adanya komitmem itu, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan tidak mau impor beras," ujarnya.

Dia menambahkan, seharusnya kebijakan beras itu bisa diimplementasikan untuk komoditas pangan lain. Termasuk daging dan komoditas lainnya.

"Karena sesungguhnya, Indonesia bisa swasembada kacang kedelai, bahkan juga terigu. Swasembada beras juga didukung oleh pembangunan banyak irigasi pertanian oleh pemerintah," tandasnya.

Belum Membaik
Meski demikian, Henry mengungkapkan masih banyak yang harus dilakukan pemerintah terkait beras. Pekerjaan rumahnya adalah kehidupan petani yang produsen beras itu kesejahteraannya belum membaik.

"Hal itu bisa dilihat secara sederhana dari nilai tukar petani (NTP). Dimana NTP tiga tahun ini menurun. Penurunan NTP menjadi indikator kerugian yang dialami petani pangan," tegasnya.

Penurunan itu dipengaruhi mahalnya ongkos produksi tanaman padi. Dimana sebenarnya petani pangan - dalam hal ini padi - semuanya merugi.

"Mengapa terjadi penurunan? Karena harga pupuk mahal, benih juga naik. Program Reforma Agraria perlu menyasar petani penanam padi, yang kini dihadapkan pada penyempitan lahan tanam dan kenaikan harga sewa lahan," jelasnya.

Karenanya, program reforma agraria yang membagikan tanah 9,7 juta hektare seharusnya menyasar pada petani tanaman padi. Karena luas lahannya harus ditambah.

"Selain itu, Indonesia baru surplus beras 10 juta ton. Angka itu setara dengan kebutuhan nasional selama 3 bulan dan tidak sampai satu kali panen. Jadi sebenarnya kita harus tingkatkan lagi," imbuhnya

Benih Lokal
Dia juga mewanti-wanti agar para produsen beras dalam negeri menggunakan benih lokal. Hal itu mesti dilakukan untuk menjamin kedaulatan pangan Indonesia.

Halaman:

Editor: Arif Muhammad Iqbal

Tags

Terkini

Kata Ganjar Pranowo soal Pertemuan PDIP dan PAN

Jumat, 2 Juni 2023 | 21:38 WIB

Hasto Sebut Keakraban PDIP dan PAN Sudah Lama

Jumat, 2 Juni 2023 | 17:28 WIB

Rumi; Akulah Tiangnya Ka'bah.

Jumat, 2 Juni 2023 | 09:36 WIB

Tiba di Mekkah, Kloter 1 Langsung Umroh Wajib

Kamis, 1 Juni 2023 | 23:25 WIB
X