JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Indonesia dinilai belum sepenuhnya menjadi negara hukum. Apalagi merdeka dalam bidang hukum pada usia kemedekaannya yang ke-77.
"Bahkan saat ini Indonesia sudah menjadi negara kekuasaan," kata Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah dalam Gelora Talk bertajuk 77 Tahun Usia Kemerdekaan: Negara Hukum dan Masa Depan Indonesia, Rabu (17/8).
Menurutnya, kekuasaan selalu mengintervensi dalam proses penegakan hukum. Bahkan, penegakan hukum di Indonesia kerap dijadikan permainan politik yang melibatkan operasi intelejen.
"Bisa jadi akan ada investigasi tentang penggunaan kekuasaan suatu saat nanti. Sehingga kita perlu hati-hati dalam penegakan hukum," ujarnya.
Dikatakan, dalam negara demokrasi, sistem penegakan hukum harus menganut prinsip-prinsip demokrasi keterbukaan (equality before the Law). Selaim itu tidak ada yang ditutup-tutupi.
"Penegakan hukum tidak boleh ada yang dilakukan sembunyi-sembunyi. Apalagi untuk melindungi para pejabat yang terlibat kasus pidana," tandasnya.
Memudar
Namun saat melibatkan rakyat, kasusnya dibuka secara terang benderang. Kata kuncinya adalah bahwa pada momen Peringatan 77 tahun Proklamasi, Partai Gelora justru mengingatkan tentang negara hukum yang memudar.
"Kita boleh terbuka oleh klaim keberhasilan jangka pendek secara sepihak. Tetapi masa depan ditentukan oleh berdiri tegaknya negara hukum dan supremasi hukum," tegasnya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III DPR Benny K Harman. Politisi Partai Demokrat itu menegaskan, bangsa Indonesia belum merdeka dalam penegakan hukum.
"Karena masih kental dengan aroma kekuasaan. Padahal, para pendiri bangsa sudah meletakan landasan hukum dengan kekuasan untuk mencapai tujuan bangsa dan bukan tujuan penguasa itu sendiri," ucapnya.
Dikatakan, penerapan konsep kekuasaan yang menjadikan hukum sebagai panglima (rechtsstaat) masih barang langka. Yaitu ketimbang menjadikan hukum sebagai alat penguasa atau negara kekuasaan (machtssaat).
"Dari prespektif ini, belum merdeka dan hukum dibikin tanpa melibatkan rakyat. Rakyat hanya melaksanakan dan juga bukan sumber dari jiwa rakyat," tuturnya.
Rumit
Sebab, hadirnya sudah tak adil. Apalagi penerapannya juga tak adil. Adapun pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan, ada beberapa tantangan atau hambatan yang membuat penegakan hukum tambah rumit.
"Hal itu karena masih ada budaya feodalisme. Sehingga, masih banyak hal yang harus dibenahi dalam penegakan hukum di Indonesia saat ini," paparnya.