JAKARTA- Wakil Ketua LPBH PBNU, Abu Rokhmad menyampaikan apresiasi terhadap keberadaan pasal penodaan agama.
Menurutnya, keberadaan pasal tersebut menandakan bahwa para perumus undang-undang ini masih menganggap penting keberadaan agama, umat dan simbol-simbolnya.
"Oleh karena itu, kalau di dalam rancangan undang-undang KUHP pidana itu masih dicantumkan pasal penodaan agama, itu berarti pembuat undang-undang masih menganggap penting agama itu sendiri, lalu umat agamanya, kemudian simbol-simbolnya," katanya.
Baca Juga: Vaksin Merah Putih Oleh Presiden Jokowi Resmi Diberi Nama Inavac
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berharap agar pembuat Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP), yaitu Pemerintah dan DPR RI, harus benar-benar merumuskan RKUHP secara jelas dan hati-hati.
Ini supaya tidak menimbulkan multitafsir di masyarakat seperti halnya pasal tentang penodaan agama dan pasal tentang perzinahan.
Abu Rokhmad menambahkan, terkait pasal penodaan agama, yang perlu diperhatikan terkait unsur unsurnya.
“Pasal ini harus memenuhi unsur-unsurnya, pidananya harus betul betul bisa kita ketahui bersama. Kemudian aparat penegak hukum juga ketika mengimplementasikannya harus hati hati, harus sungguh sungguh, apalagi ini menyangkut agama dipadukan dengan UU ITE. Saya kira ini akan menjadi persoalan serius,”ujarnya dalam diskusi terkait RUU KUHP: Wujud Keadilan Hukum Indonesia yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), di Jakarta, Senin (29/8/2022).
Baca Juga: Indonesia Tanpa Gelar di Kejuaraan Dunia, PBSI Minta Maaf
Artikel Terkait
PBNU Apresiasi Dukungan Puan Terhadap Museum Nabi Muhammad di Indonesia
Soal Kasus Mardani Maming, Gus Salam Kritik Ketua Umum PBNU Lewat Surat Terbuka
Jelang Satu Abad, PBNU Rancang Blueprint dan Roadmap Gerakan Perempuan NU Abad ke-2