Jika Tidak Bisa Efisien, Apa Pertamina Sebaiknya Dilarang Berbisnis Pertalite?

- Kamis, 8 September 2022 | 12:59 WIB
ilustrasi pengisi BBM di SPBU.  (suaramerdeka.com / dok Pertamina)
ilustrasi pengisi BBM di SPBU. (suaramerdeka.com / dok Pertamina)

JAKARTA,suaramerdeka-jakarta.com - Setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 3 September 2022 lalu, Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menduga terjadi proses bisnis yang tidak efisien dari hulu ke hilir Pertamina.

Kondisi itu pun menurut CERI diperparah dengan sejumlah penyakit  di tubuh Pertamina seperti masalah kontrak LNG, blok Migas di luar negeri, pola tender bernilai USD 2.16 miliar dari total anggaran USD 5.9 miliar di tahun 2022.

Tak hanya itu, persoalan proses tender RDMP Pertamina yang membuat Biaya Pokok Produksi (BPP) mulai hulu hingga hilir bisa menjadi lebih mahal.

Baca Juga: Harga BBM Naik, Pakai Angkot di Kota Kembang Tambah Seribu Perak dari Tarif Lama

 

"Kami menjadi bertanya, apakah wajar rakyat menanggung beban membeli BBM mahal akibat ketidak efisienan Pertamina? Maka jika Pertamina tidak bisa meringankan beban rakyat dan pemerintah.

Sebaiknya janganlah berbisnis Pertalite, biar diserahkan saja kepada swasta yang bisa memberikan harga termurah tidak membebani rakyat dan APBN," ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Rabu (7/9/2022) malam.

Lebih lanjut Yusri menjelaskan, Pertalite adalah bahan bakar minyak (BBM). Kuota jenis BBM khusus penugasan total 28,5 juta KL dengan patokan harga Rp 7.650 perliter. "Dirjen Migas kala itu mengatakan, sejak awal ditetapkan hingga akhir Desember 2020, sudah diketahui akan over kuota 15% untuk Pertalite," kata Yusri.

Baca Juga: Pemerintah Jangan Gunakan Instrumen APBN untuk Tambah Beban Rakyat

 

Semua angka tersebut dibuat berdasarkan asumsi APBN 2022, dimana asumsi harga minyak mentah adalah USD 63 perbarel dan nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika adalah Rp 14.500.

"Ternyata semua asumsi itu meleset akibat perang Ukraina dengan Rusia. Harga minyak mentah rata-rata USD 100 perbarel dan nilai tukar Dolar Amerika hari ini sudah mencapai Rp 14.900.

Sehingga dua faktor utama pembentuk harga keekonomian BBM telah berubah dan menyulitkan cash flow Pertamina, jika tidak ada kepastian nilai subsidi dari Pemerintah" jelas Yusri.

Tanda-tanda kenaikan harga Pertalite dan Solar hanya persoalan waktu yang tepat, yaitu setelah Presiden Jokowi curhat  bahwa tidak ada negara yang sanggup mensubsudi BBM hingga Rp 502 triliun.

Halaman:

Editor: Budi Nugraha

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Jamaah Haji Indonesia Mulai Membanjiri Makkah.

Kamis, 8 Juni 2023 | 13:35 WIB

Boyolali Remen Maos

Kamis, 8 Juni 2023 | 12:40 WIB
X