"Utamanya terkait kenaikan harga BBM. Kalau klaim, jelas bahwa pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi covid-19 agak naik dan bertahan di angka yang cukup baik di antara negara-negara lain," jelasnya.
Tapi di kondisi internal, gejolak di dalam masyarakat. Hasil survei Indikator Politik Indonesia memperlihatkan, mayoritas warga tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM.
"Hal itu dinilai akan berimbas pada elektabilitas Airlangga sebagai Menko Perekonomian. Selain itu, kenaikan harga BBM juga menunjukkan adanya kontras dalam kinerja ekonomi Indonesia," paparnya.
Sukses
Di satu sisi, secara data sukses dalam pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi covid-19. Tapi di sisi lain, kenaikan harga BBM ini pasca-pandemi.
"Artinya, ada waktu, yang menurut saya, akan menjadi kontras. Karena sebelum dan sesudah begitu kontras sekali," ungkapnya.
Adapun Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor mengatakan, Jokowi belum secara terang benderang menunjuk satu sosok. Khususnya yang didukung sebagai capres.
"Dalam konteks perorangan, saya belum melihat bahwa Presiden clear mengarahkan pada satu orang. Saya kini ini wacana yang ada di tengah mengarah, mengharapkan ada hal-hal baik yang bisa dilanjutkan para pemerintahan berikutnya," terangnya.
Karenanya, masih sangat dini untuk menilai kemana arah dukungan Jokowi. Sebagai kader PDIP, dia seharusnya tunduk pada perintah Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
"Namun posisinya sebagai presiden begitu strategis. Yakni untuk menentukan arah perpolitikan, termasuk mengendorse capres dan cawapres untuk Pemilu 2024," tukasnya.