JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang menyetop laporan terhadap Ketua DPR RI Puan Maharani, dinilai sudah tepat. Dimana laporan itu terkait kejutan ulang tahun yang diterima Puan dalam rapat paripurna.
"Laporan seperti itu terlalu mengada-ada, terlalu kental gimmick-nya, sementara substansinya nyaris tidak ada," kata pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia Ari Junaedi, Selasa (13/9).
Bahkan menurutnya, laporan itu lebih bertujuan mendiskreditkan seseorang. Ketimbang menelusuri dugaan pelanggaran etik.
"Kejutan ultah sering kali diterima seorang pemimpin kementerian/lembaga negara ketika bekerja atau memimpin rapat. Kejutan itu dinilai sebagai ekspresi penghormatan yang lumrah kepada pemimpin, yang sehari-hari berinteraksi dan bekerja bersama-sama," ujarnya.
Sehingga sepertinya baru di DPR kejutan ultah ini dipersoalkan. Sementara di lembaga lain tidak ada yang mempersoalkan.
"Karena mungkin lembaga lain tidak seseksi DPR. Seandainya saja pelapor lebih memperhatikan substansi lebih dahulu sebelum melaporkan, tentu dia tidak akan jadi melaporkan peristiwa kejutan ultah pada 6 September 2022 tersebut," tandasnya.
Menerima
Dia juga mempertanyakan, mengapa Puan yang dilaporkan. Karena, kalaupun ada pelanggaran etik dalam peristiwa itu, Puan-lah yang menerima kejutan. Selain itu, bukan Puan yang merencanakan.
"Apa mungkin kalau yang dilaporkan bukan Puan, si pelapor khawatir laporannya jadi tidak seksi? Dan tidak jadi isu besar di media," tegasnya.
Ari mengingatkan, tensi politik nasional akan semakin tinggi menjelang kontestasi politik 2024. Sehingga serangan-serangan politik sudah mulai sering digencarkan.