Anis Sholeh Ba'asyin: Maulid Momentum Meneladani Rasulullah

- Minggu, 16 Oktober 2022 | 15:49 WIB
Anis Sholeh Ba’asyin dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman ‘Dia Tak Tega Pada Kita…’ yang digelar Sabtu (15/10/2022) kemarin. (Istimewa )
Anis Sholeh Ba’asyin dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman ‘Dia Tak Tega Pada Kita…’ yang digelar Sabtu (15/10/2022) kemarin. (Istimewa )

Ngaji NgAllah Suluk Maleman. 

JAKARTA, Jakarta.Suaramerdeka.com,- Ngaji NgAllah Suluk Maleman edisi ke 130 yang digelar Sabtu (15/10/2022) kemarin  mencoba sedikit menelisik sejarah hidup Nabi Muhammad SAW, dengan tujuan agar momentum peringatan maulid bisa menjadi momentum untuk meneladaninya.

Dalam kesempatan itu Anis Sholeh Ba’asyin mencoba menceritakan secara runtut perjalanan hidup Rasulullah. Mulai dari saat menjadi manusia biasa hingga akhirnya diangkat menjadi Nabi dan Rasul untuk menyebarkan Islam.

Baca Juga: Polri, Sampai Kapan Kau Terus Merendahkan Dirimu Sendiri?.

“Nabi Muhammad menjadi satu-satunya Rasul yang perjalanan hidupnya terdokumentasi dengan baik. Mulai dari dalam kandungan, masa kanak-kanak, remaja hingga dewasa; mulai sebagai manusia biasa hingga akhirnya menjadi diangkat menjadi Nabi dan Rasul, dan bagaimana kehidupannya setelah diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Itu semua tercatat dan bisa dipelajari sebagai role model atau teladan untuk diteladani,” terang Anis Sholeh Ba’asyin memantik diskusi.

Keharusan adanya teladan untuk diteladani adalah fakta anthropologis dan sosiologis perkembangan manusia, baik sosial maupun individual, lanjut Anis. Dan Rasulullah, sebagai sosok yang disebut berakhlak mulia oleh Al Qur’an, adalah sebaik-baik teladan. Apalagi Rasulullah sendiri menyebut bahwa tujuan beliau diutus adalah untuk mengutamakan kemuliaan akhlak manusia.

Baca Juga: Ferdy Sambo dan Kekuasaan.

Dengan demikian, meneladani beliau adalah metode paling efektif untuk membentuk akhlak yang mulia; dan harus juga dicatat bahwa terbentuknya akhlak mulia adalah tujuan atau output utama dari keberagamaan itu sendiri.

Menurut Anis, ada beda tajam antara tindakan meniru dengan meneladani. Secara sederhana, meniru lebih condong ke tindakan lahir, sementara meneladani lebih bertitik-berat pada substansi atau sisi batinnya. Sehingga makna meneladani Rasulullah adalah menjadikan beliau sebagai sumber inspirasi untuk diterapkan di zaman kita.

Baca Juga: Ferdy Sambo dan Wajah Kepolisian Kita

Kalau kita mau menempatkan Rasulullah sebagai teladan kemuliaan akhlak, maka kita harus juga mempelajari bagaimana akhlak mulia Rasulullah itu terbentuk; demikian jelas Anis.

“Itu mulai sejak beliau dalam kandungan dimana beliau sudah bersentuhan dengan realitas penderitaan, dengan kehilangan ayah. Seorang Ibu yang bersedih, pasti berpengaruh pada bayi yang dikandungnya. Dan realitas derita ini terus berlanjut dengan kehilangan Ibu dan kemudian kakek yang melindunginya,” lanjut Anis.

Baca Juga: Bohong

Realitas derita ini memaksa beliau mengenali diri sendiri. Dan dengan mengenali diri sendiri beliau menemukan sifat shidiq, sifat benar. Salah satu manifestasi sikap shidiq ini adalah empatinya yang tinggi pada derita sesama manusia, tak mengherankan bila di kemudian hari Al Qur’an menyifati beliau sebagai Rasul yang tak tegaan terhadap penderitaan manusia.

Halaman:

Editor: Budi Nugraha

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Kiat Tepat Bermedia Sosial

Kamis, 1 Juni 2023 | 18:07 WIB

Denny JA: Pancasila Pecahkan Rekor Dunia

Kamis, 1 Juni 2023 | 15:32 WIB

MyPertamina Tebar Hadiah

Kamis, 1 Juni 2023 | 15:14 WIB

Car Free Day Dago Digaskeun Lagi

Kamis, 1 Juni 2023 | 15:06 WIB
X