Buku Islam Syariat Karya Haedar Nashir, Merekam Fenomena Pasca Reformasi

- Jumat, 28 Oktober 2022 | 20:13 WIB
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. KH Haedar Nashir (SM/Prajtna Lydiasari)
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. KH Haedar Nashir (SM/Prajtna Lydiasari)

JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. KH Haedar Nashir menyebut bahwa buku berjudul Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia yang ditulisnya merekam fenomena pasca reformasi di mana semua gerakan dari komunisme, sekularisme, liberalisme, hingga Islamisme berlomba-lomba merebut ruang publik.

"Buku ini atau disertasi ini mengkaji berangkat dari realita setelah kita reformasi, itu banyak gerakan, bukan hanya gerakan keagamaan, termasuk di kalangan Islam bahkan gerakan sosial lainnya, yang bertumbuh begitu rupa bukan hanya di permukaan, tapi yang dari bawah permukaan di masa orde baru tiarap. Begitu reformasi, semuanya seperti banjir demokrasi," ujarnya di Kampus Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) Jakarta pada Jumat, 28 Oktober 2022.

Haedar menjelaskan bahwa gerakan Islam baru yang lahir pada masa itu, memiliki ciri berbeda dengan kelompok Islam Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, dan lain sebagainya karena bersifat politik, sangat militan dan ekstrim. Bahkan lebih keras dari gerakan Revivalisme Islam di masa lalu yang membawa narasi pemurnian Islam.

"Saya tentu tertarik ke situ, mengkaji gerakan Islam yang militan, yang ingin kembali menghadirkan Islam yang menurut mereka itu kaffah. Tetapi coraknya berbeda dengan arus utama yang selama ini sudah hidup, Muhammadiyah, NU, Al Irsyad dan seterusnya," jelasnya.

Dalam buku tersebut, lanjut Haedar, ia menggunakan istilah Islam Syariat untuk menyebut kelompok Islam yang ingin menegakan syariat Islam dengan karakter militan, keras, kaku, eksklusif dan monolitik. Pandangan kelompok tersebut melahirkan neo puritanisme yang lebih keras, kaku, monolitik dibanding puritan masa lalu.

Kemudian gerakan tersebut muncul ke politik yakni menginginkan negara Islam. Dengan istilah reproduksi salafiyah ideologis atau menginginkan kembali ke era masa salaf namun bersifat perjuangan politik.

Menurutnya, kelompok tersebut berpandangan bahwa negara khilafah adalah sebagai format negara tunggal dan menolak atau menyalahkan format negara lainnya. Namun, kelompok dan gerakan militan tersebut telah ditolak berbagai negara.

"Gerakan ini ternyata di Saudi juga ditolak. Padahal Saudi negaranya Islam tapi bentuknya mamlakah, kerajaan. Kemudian di Mesir juga diusir karena berbeda dengan pandangan Mesir," ungkapnya.

Jangankan di negara yang seperti Indonesia yang memilih Pancasila sebagai dasar negara yang sebenarnya sejalan dengan islam. "Di negara-negara itu juga dianggap sebagai gerakan yang menimbulkan masalah, bahkan ilegal," ucapnya.

Selain peluncuran buku Islam Syariat, juga diresmikan Masjid KH. Hisyam Uhamka, Klinik Pratama Uhamka. Selain itu PP Muhammadiyah dan Uhamka juga merilis lagu Sang Surya versi Bahasa Jepang.

Lagu Sang Surya yang merupakan mars Muhammadiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh mahasiswa Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Uhamka.

"Tentu apa yang akan dikontribusikan oleh mahasiswa-mahasiswa pendidikan bahasa Jepang untuk menyampaikan lagu mars versi Jepang yang sebelumnya ada China dan lain-lain ini merupakan upaya FKIP untuk mendukung dan untuk menyampaikan bahwa tentunya kami mendukung program internasionalisasi Muhammadiyah," kata Rektor Uhamka, Gunawan Suryoputro.***

Editor: Arif Muhammad Iqbal

Tags

Terkini

Sambut Ramadhan, BNI Salurkan 77.000 Paket Sembako

Jumat, 24 Maret 2023 | 15:45 WIB

Hammersonic, Mekah-nya Metal, dan Kuasa Slipknot.

Jumat, 24 Maret 2023 | 09:11 WIB
X