Dari karya-karya tersebut, kita bisa membaca bagaimana jalan pikiran, keberpihakan, kekaguman, passion, perasaan, dan keraguan, termasuk juga ketidakberanian, ambigu, geregetan, rasa cinta, birahi, yang terpancar dari guratan-guratan yang tercipta kemudian pada karya.
Ketika mendokumentasikan pengalamannya dalam suatu perjalanan, YSH dengan riang dan gampang mengabadikannya dalam sejumlah sketsa. Sehingga publik dapat melihat karya-karya YSH seperti Tembok Cina, Beijing, Harajuku, Brisbane, Prambanan, dan Borobudur.
Demikian pula ketika ia merekam peristiwa Reformasi tahun 1998 (Demo mahasiswa di DPR) YSH melukiskannya dengan detail sehingga pantas menjadi dokumen sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Idu Geni.
Melihat YSH adalah melihat puisi itu sendiri. YSH adalah puisi berjalan. Pelukis, penyair dan pewarta senior ini, adalah puisi hidup. Paling tidak demikianlah sedekat pengamatan saya, yang dua dasawarsa mengenalnya.

Pernah pada sebuah saat YSH menggubah atau mengalih mediakan sebuah lakon teater dalam sebuah lukisan. YSH mampu dengan taksu bersitekun di bibir panggung TIM, Jakarta, mengamati lakon teater, sembari melukis salah sebuah adegan yang menancap di benaknya.
Setelah lakon teater purna nyaris dua jam, demikian juga pembacaannya atas lakon itu pada sebuah kanvas. YSH bersajak dengan kidmat via drawing-nya.
Di lain waktu, tetiba dia membagikan buku geguritanya. Ditulis dalam bahasa Jawa yang bening. Ngoko dan Alus. Yang kemudian memenangi Hadiah Sastra (Jawa) Rancage pada 2012. Di momen lainnya lagi, dia menggelar pameran lukisan, atau sketsa di beberapa kota. Belum lama, lahir Gurit Saidu; Antalogi Puisi Jawa (Geguritan) Kontemporer (2021).
Berbeda dengan penyair kebanyakan. Yang galib petentang petenteng, atau petatah petitih dengan urusan estetika, juga isi. Tapi aku liriknya cenderung berpunggungan, bahkan berseberangan dengan "aku penyair", tidak demikian dengan puisi (gurit) dan YSH. Sehingga acap diungkapkan dengan ujaran; lepaskan puisi dengan penyairnya. Hal itu tidak berlaku dengan sosok YSH dan Geguritannya.

Ia menyatu, manunggal dan masing-masing tidak menjadikan liyan. Saling menguatkan. Saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran.
Karena puisi YSH adalah amalan yang dijalankan Aku Penyair dalam keseharian. Sebagaimana personanya, aku lirik gurit YSH sejalan dengan tingkah polah personanya. Sama-sama sopan, tenang, menep, tidak berkobar-kobar, lembah manah, dan sesak makna kiasan.
Buahnya tidak mengherankan jika Gurit Saidu YSH malih rupa menjelma Idu Geni. Ludah Api. Yang bersiap menyambar siap saja, tanpa terkecuali, dengan catatan mudeng (mengerti) dengan kedalaman lirik guritnya yang rapi, pepat, rapat tapi dalem.
Bahkan dalam Idu Geninya, mencakup pamlet di dalamnya, sehingga YSH seperti menjelma resi yang kawi, kemudian dengan kesaktian guritnya mengingatkan kekuasaan yang cenderung alpa di rezim mana saja.
Artikel Terkait
Yusuf Susilo Datang, Among Jiwo Menjelang