“Ini juga merupakan suatu urgensitas mengapa perlu segera dilahirkan KUHP Nasional,” ujar Benny.
Baca Juga: Presiden Jokowi: Mata Dunia Tertuju pada Kita, G20 Harus Berhasil
Menurut Benny, lahirnya KUHP Nasional juga merupakan perwujudan reformasi sistem Hukum Pidana Nasional secara menyeluruh. Hal ini merupakan kesempatan untuk melahirkan untuk melahirkan sistem Hukum Pidana Nasional yang komprehensif yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa, serta Hak Asasi Manusia yang sifatnya universal.
Pada sesi selanjutnya, Lektor Kepala Bagian Hukum Acara, Fakultas Hukum Universitas Tadulako, Abdul Wahid mengatakan bahwa asas fundamental di dalam mempelajari hukum pidana adalah asas legalitas.
“Asas legalitas artinya tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali ada aturannya terlebih dahulu, jadi jika tidak ada di dalam KUHP, tidak dapat dipidana. Dengan RKUHP yang baru ini, kita tidak melihat lagi asas legalitas secara kaku,” jelasnya.
Sekarang ini berkembang asas legalitas terbaru yang bersifat materil yang dikenal dengan living law atau hukum yang hidup di dalam masyarakat. Jadi menurutnya, hukum bukan hanya apa yang kita lihat di dalam perundang-undangan, tetapi ada hukum yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat atau hukum adat.
Baca Juga: Peraturan FIFA Tentang Status dan Transfer Pemain Memungkinkan MU Akhiri Kontrak Ronaldo
Abdul Wahid mengemukakan bahwa RKUHP tidak menghilangkan atau mengurangi berlakunya hukum adat yang tidak tertulis di dalam Undang-Undang atau hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law), sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 2 RKUHP.
“Hukum yang hidup di dalam masyarakat dalam pasal ini berkaitan dengan hukum yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Di beberapa daerah tertentu masih terdapat ketentuan hukum yang tidak tertulis dan berlaku sebagai hukum di daerah tersebut, yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana,” jelasnya.
Menurutnya, untuk memberikan dasar hukum mengenai berlakunya hukum pidana adat, perlu ditegaskan dan dikompilasi oleh pemerintah yang memuat mengenai hukum yang dikualifikasi sebagai tindak pidana adat, yang berasal dari Peraturan Daerah masing-masing tempat berlakunya hukum adat tersebut.
“Keadaan seperti ini tidak akan mengesampingkan dan tetap menjamin pelaksanaan asas legalitas serta larangan analogi yang dianut dalam Undang-Undang ini,” tegasnya.
Baca Juga: Meski Kisruh Soal Kepemilikan Saham, PT CLM Tetap Penuhi Kewajibannya kepada Kreditor dan Vendor
Ia menambahkan bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat yang dimaksud adalah hukum yang tidak diatur dalam Undang-Undang dan masih berlaku dalam tempat hukum itu hidup, serta sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Pujiyono, mengungkapkan bahwa hingga saat ini, sudah ada lima tindak pidana yang sudah dikeluarkan dari RKUHP, dari 14 isu krusial yang menjadi alasan tertundanya Sidang Paripurna pada 2019 lalu.
Pujiyono juga mengatakan bahwa pada saat dulu RKUHP dibuat memiliki misi tunggal yaitu dekolonisasi, tetapi kemudian berkembang menjadi demokratisasi, konsolidasi, adaptasi, dan harmonisasi.
Artikel Terkait
Pakar Hukum Berharap RUU KUHP Segera Disahkan
Pakar Hukum Berharap RUU KUHP Segera Disahkan
Libatkan Pelajar dan Masyarakat Batam, Kominfo Tingkatkan Berekspresi dan Berpendapat Lewat ASEAN Talk
Libatkan Pelajar dan Masyarakat Batam, Kominfo Tingkatkan Pemahaman Tentang Kebebasan Berekspresi dan Berpend
Kominfo Tingkatkan Pemahaman Tentang Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat Lewat ASEAN Talk
Kominfo Adakan Sekolah Vokasi untuk Hasilkan Tenaga Kerja Bertalenta Digital
Kemkominfo Bersama Universitas Negeri Semarang Sosialisasikan RUU KUHP