JAKARTA, Jakarta.Suaramerdeka.com, - Setiap satu buku adalah sebuah kekayaan bagi bangsa, begitu pun buku berjudul Perdebatan Pasal 33 Dalam Sidang Amandemen UUD 1945 yang diluncurkan di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI secara hibrida, Senin (21/11/2022).
Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando mengatakan bahwa jerih payah buah pikir dan goresan pena yang tertulis dalam buku Perdebatan Pasal 33 Dalam Sidang Amandemen UUD 1945 akan kelak menjadi wawasan baru dalam khasanah keilmuan ekonomi bangsa Indonesia.
Baca Juga: Polri, Sampai Kapan Kau Terus Merendahkan Dirimu Sendiri?.
“Bertambah satu khasanah yang sangat penting untuk bangsa ini,” ucapnya bangga.
Dewasa ini, kehadiran buku diyakini Syarif Bando masih terus menjadi perdebatan, terutama ketika muncul persepsi di mana buku cetak tidak lagi dibutuhkan di era digital. Keduanya, baik buku cetak maupun buku digital memiliki kelebihannya sendiri dan wajib ada di perpustakaan sesuai dengan mandat UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Baca Juga: Ferdy Sambo dan Wajah Kepolisian Kita
“Tidak ada perbedaan antara buku cetak dengan buku digital. Bedanya adalah buku cetak bisa dibaca kapan dan dimana saja selama ada cahaya, sedangkan buku digital hanya bisa diakses ketika kita berada pada ruang yang terkoneksi dengan listrik dan internet,” jelasnya.
Tak bosan, Syarif Bando kembali menekankan pentingnya membaca, selain karena ilmu pengetahuan hanya dapat diperoleh dari membaca, namun juga karena tulisan memonopoli kebenaran. Hal itu menyebabkan dampak dari invasi pemikiran seribu kali lebih dahsyat daripada perang fisik.
Baca Juga: Ferdy Sambo dan Kekuasaan.
Artikel Terkait
Komisi X DPR RI Setujui Anggaran Definitif Perpusnas Tahun 2023
Dukung Presidensi G20 Indonesia 2022, Perpusnas Luncurkan Buku Tematik
Perpusnas Serahkan Penghargaan Kepada Sembilan Penulis Terbaik
Perpusnas Berikan Penghargaan Kepada Insan dan Instansi Pengembang Perpustakaan