Proporsional Terbuka Lebih Berdimensi Masa Depan

- Jumat, 13 Januari 2023 | 20:17 WIB
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Argumen untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup, tidak berkembang. Selain itu juga cenderung terjebak ke masa lalu.

"Berbeda dengan argumen pendukung sistem pemilu proporsional terbuka, yang cenderung berkembang dan berdimensi masa depan," kata Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti, Jumat (13/1).

Sebelumnya, Partai Golkar menjadi inisiator pertemuan sejumlah elit partai politik (parpol), untuk menyampaikan sikap bersama. Yakni terkait penolakan wacana sistem pemilu proporsional tertutup diberlakukan kembali.

"Ini ada kepentingan bersama terkait dengan kedaulatan rakyat. Ini juga bukan hanya dirasakan Golkar, tapi oleh seluruh partai peserta pemilu," ujar Ketua Golkar Airlangga Hartarto.

Dimana sebanyak delapan parpol menegaskan komitmennya mendukung sistem pemilu proporsional terbuka. Terkecuali PDIP yang mendukung proporsional tertutup.

"Saya kira, mempertahankan argumen proporsional terbuka, jauh lebih banyak. Bisa tiga kali lipat dari yang ingin kembali ke proporsional tertutup," tandas Ray.

Berkembang
Menurutnya, tiga garis besar argumen yang mendukung sistem proporsional tertutup adalah peserta pemilu adalah parpol. Lalu, konsolidasi parpol dan pemilu berbiaya rendah.

"Sementara itu, argumen pendukung proporsional terbuka justru terus berkembang. Kalau proporsional tertutup berdimensi masa lalu, sudah kita alami," tegasnya.

Justru proporsional terbuka adalah titik balik dari yang lalu. Ray menjelaskan, argumen penguat sistem proporsional terbuka yang berhubungan dengan masa depan, yakni keberadaan dan perkembangan media sosial.

"Kita ini hidup di era teknologi. Dimana era media sosial menjadi perangkat yang paling utama dalam kehidupan kita sehari-hari," ucapnya.

Dan di media sosial, politik juga diatur. Sudah banyak keputusan-keputusan politik itu berdasarkan media sosial.

"Hal itu menandakan dominasi media sosial begitu besar dan mampu menentukan wajah politik. Artinya, dominasi atau peran media sosial di masa mendatang untuk menentukan wajah-wajah politik, jauh lebih kuat dibandingkan dengan peran parpol," imbuhnya.

Tak Relevan
Oleh sebab itu, tidak relevan lagi ketika mendorong penguatan parpol di masa depan. Karena, tak masuk akal bila di tengah era seperti ini masih berpikir penguatan parpol.

"Itu di era 1960-an sampai 1970-an relevan, karena kita belum menemukan media sosial. Dimana orang dalam menyalurkan aspirasi dan mengadvokasi kebijakan tidak lain kecuali melalui parpol," ungkapnya.

Halaman:

Editor: Arif Muhammad Iqbal

Tags

Terkini

Pertumbuhan Utang Indonesia Dinilai Tak Masuk Akal

Selasa, 21 Maret 2023 | 10:49 WIB
X