JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com- Amat disesalkan terjadinya bentrok antar karyawan yang terjadi di PT Gunbuster Nickel Industri (PT GNI), Morowali Utara, Sulawesi Tengah, belum lama ini. Kejadian itu menjadi sejarah buruk pelaksanaan Hubungan Industrial di Indonesia.
Informasi yang berkembang menyebut sumber masalah berawal dari tuntutan penerapan prosedur K3 yaitu agar PT. GNI memberikan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap kepada pekerja.
Masalah lainnya adalah tentang peraturan perusahaan, kejelasan pemotongan upah, PKWT untuk pekerjaan yang bersifat tetap, mempekerjakan anggota Serikat Pekerja yang diputus kontraknya, memasang sirkulasi udara di setiap gudang atau smelter, dan memperjelas hak-hak pekerja yang sudah meninggal akhir tahun lalu.
Baca Juga: Program IISMAVO Mampu Tingkatkan Kepercayaan Diri Penerima Awardees
Menurut Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar, bersamaan dengan pelaksanaan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional Tahun 2023 yang berlangsung dari tanggal 12 Januari hingga 12 Februari 2023, terjadi peristiwa bentrok di PT. GNI (tanggal 14 Januari) yang salah satu penyebabnya adalah masalah K3 dan APD bagi pekerja.
"Tentunya ini sebuah ironi yang muncul di tengah upaya Pemerintah mengkampanyekan K3 Nasional," ujar Timboel Siregar di Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Timboel menambahkan, beberapa persoalan pelanggaran norma kerja yang menjadi pemicu bentrok adalah akibat dari ketidakpatuhan Manajemen PT. GNI terhadap hukum positif ketenagakerjaan yang ada, dan ketertutupan tempat kerja dari akses pihak luar seperti Dinas Tenaga Kerja setempat.
Baca Juga: KAI Tugaskan Suryawan Putra Hia Sebagai Dirut KAI Commuter
"Ketertutupan Manajemen PT. GNI menjadi faktor utama sehingga terjadi pelanggaran hak normative pekerja di tempat kerja, dan Dinas Tenaga Kerja Sulawesi Tengah tidak bisa melakukan pengawasan dan penegakkan hukum atas pelanggaran tersebut," imbuh Timboel, yang juga Sekjen OPSI.
Timboel mengingatkan kembali, bahws peristiwa kebakaran pabrik kembang api di Tangerang pada tahun 2017 lalu yang menewaskan 49 pekerja, merupakan akibat dari ketertutupan pabrik tersebut dari akses pihak luar. "Pihak Dinas Tenaga Kerja tidak bisa mengakses tempat kerja sehingga masalah K3 dan hak normative pekerja lainnya menjadi sulit diperiksa," jelas Timboel.
Timboel mengapresiasi Perintah Presiden Joko Widodo agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) segera dibicarakan di DPR dan disahkan menjadi UU PRT, merupakan momentum sangat baik untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang selama ini kerap kali mengalami eksploitasi dan penganiayaan.
Baca Juga: Ungkapan Maaf Emha Ainun Nadjib: Saya Minta Maaf Kepada Semua Yang Terciprat
Timboel menyebut, terjadinya eksploitasi dan penganiayaan tersebut dimulai dari ketertutupan akses pihak luar terhadap pelaksanaan hubungan kerja di rumah tangga tersebut. "Oleh karenanya salah satu point sangat penting dalam RUU PPRT yang harus diatur adalah adanya akses pihak luar ke rumah sebagai tempat kerjanya PRT," tegas Timboel Siregar.
Artikel Terkait
Pakar Hukum Berharap RUU KUHP Segera Disahkan
Pakar Hukum Prof Romli Atmasasmita: Antam PK Saja Kasus Budi Said
Bersama Morowali Utara, Beyond Education Indonesia mewujudkan generasi milenial kreatif
Pakar Hukum Persaingan Usaha : Pelabelan BPA Galon tidak ada Urgensinya
Pakar Hukum :Perlu Novum Baru
Kasus Morowali, Rasa Keadilan, Pemerintah dan Amanat Konstitusi
Buntut Bentrok Pekerja tambang, Pemerintah Turunkan Tim Pengawas ke Morowali