JAKARTA, Jakarta.Suaramerdeka.com, - Lembaga Manajemen Kolektif atau LMK di Indonesia yang telah mengantongi izin operasional dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, di Indonesia sampai saat ini ada 11 jumlahnya.
Yaitu LMK Karya Cipta Indonesia (KCI), Wahana Musik Indnesia (WAMI), Royalti Anugrah Indonesia (RAI), Pencipta Lagu Rekaman Indonesia Nusantara (PELARI), Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI), Perlindungan Hak Penyanyi dan Pemusik Rekaman Indonesia (PAPPRI), Anugrah Royalty Dangdut Indonesia (ARDI), Anugrah Royalti Musik Indonesia (ARMINDO), Star Musik Indonesia (SMI), Performers Rights Society of Indonesia (PRISINDO), dan Penyanyi Profesional Indonesia Timur (PROINTIM).
Dalam prinsip dasar hak-cipta">hak cipta, seorang pencipta, pemegang hak-cipta">hak cipta, atau pemilik hak-cipta">hak cipta, memiliki hak untuk mendapatkan imbalan dari hasil penggunaan ciptaan atau produk terkait sepanjang dipergunakan untuk kepentingan komersil.
Pengelolaan hak itu dapat dilakukan langsung oleh pencipta atau pemegang hak-cipta">hak cipta, meski dalam hukum positif, umumnya peran ini dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Menurut Pasal 1 angka (22) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, LMK adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak-cipta">hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonomi mereka dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.

Atau dalam bahasa sederhana royalti adalah pembayaran yang diberikan kepada pemegang hak ciptaan atau produk terkait atas pemanfaatan ciptaan atau produk hak terkait.
Karenanya keberadaan 11 LMK di atas (yang sangat mungkin akan bertambah jumlahnya) sangat penting membantu pencipta, pemegang hak-cipta">hak cipta, atau pemilik hak terkait untuk mendapatkan royalti dari ciptaan atau produk hak terkait.
Pertanyaan besarnya, apakah 11 LMK di atas benar-benar telah melunaskan tugasnya secara fair, terbuka dan menjunjung azas keadilan dan keterbukaan kepada pencipta, pemegang hak-cipta">hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait?
Memahami hal inilah, LMK Pelari akan terus berjuang mengobarkan dan menegakkan revolusi transparansi royalti musik Indonesia.
Dengan jalan membuka pintu transparansi royalti musik Indonesia selebar-lebar dan seluas-luasnya untuk para pemberi kuasa, dalam hal ini, pencipta lagu.
Dengan demikian LMK Pelari berharap hak intelektual hingga hak moral pencipta lagu, dan musisi, yang notabene telah memberikan ladang pekerjaan bagi ribuan bahkan jutaan pekerja kreatif lainnya, akan terpenuhi.

Demikian dikatakan Sandec Sahetapy, Ketua LMK Pelari saat membagikan royalti digital yang dipungut dari YouTube bagi anggota LMK Pelari.
"Paling tidak, revolusi transparansi royalti musik Indonesia, itu saya mulai dengan memperjuangkan hak 250 anggota LMK Pelari. Ihwal langkah revolusi atau keterbukaan dengan azas fairness oleh LMK lain, saya no comment," kata Sandec Sahetapy saat Family Gathering anggota LMK Pelari Nusantara di Cisarua, Puncak, Bogor, Jabar, Rabu (25/1/2023) lalu.
Artikel Terkait
Atas Nama Kemanusiaan, LMK Pelari Nusantara, Distribusikan Royalty Musik.
LMK Pelari Bagikan Royalti Digital; Bentuk Nyata Revolusi Keterbukaan.
LMK Pelari Nusantara Distribusikan Overseas Royalti Musik.
LMK Pelari Nusantara, Terus Berbagi Seperti Para Nabi, Distribusikan Royalty Musik.
Rekor, LMK Pelari Nusantara Tutup Tahun 2022 dengan Tujuh Kali Distribusi Royalti.
LMK Pelari Terus Kobarkan Revolusi Transparansi Royalti Musik Indonesia.
LMK Pelari Nusantara Beri Tali Asih Haji Ukat.