Sidang Dugaan Korupsi Helikopter AW-101, Penasihat Hukum: Mestinya Terdakwa Dituntut Bebas

- Senin, 30 Januari 2023 | 22:11 WIB
Penasihat hukum Irfan Kurnia Saleh mengikuti persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 untuk TNI AU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (30/1/2023)  (Suara Merdeka/Iqbal)
Penasihat hukum Irfan Kurnia Saleh mengikuti persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 untuk TNI AU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (30/1/2023) (Suara Merdeka/Iqbal)

JAKARTA- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menyidangkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh pada hari ini, Senin (30/1/2023).

Irfan disidang sebagai terdakwa tunggal kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Helikopter Agusta Westland (AW)-101 untuk TNI Angkatan Udara (AU) Tahun Anggaran 2016. 

Pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Djuyamto SH tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa dengan hukuman 15 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp177 miliar, dan denda Rp1 miliar.

Baca Juga: Untuk ASN dan TNI/Polri, Pemerintah Segera Siapkan 47 Apartemen

Atas tuntutan tersebut, penasihat hukum terdakwa, Pahrozi SH MH menyatakan keberatan atas tuntutan JPU yang mengabaikan fakta persidangan.

Ia menilai KPK sewenang-wenang dan memaksakan tuntutan tersebut serta tidak menghiraukan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
 
“Kami sangat menyayangkan tuntutan JPU. Tuntutan itu sangat dipaksakan dan KPK mengabaikan fakta-fakta di persidangan," kata Pahrozi kepada wartawan usai persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Senin (30/1/2023) petang.

Baca Juga: RUU PPRT Hadiah Negara bagi Pekerja Rumah Tangga

Oleh karena itu, kata Pahrozi, pihaknya selaku penasihat hukum terdakwa sangat keberatan atas tuntutan tersebut, karena seharusnya dalam rangka mencapai tujuan negara hukum, yaitu kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum serta perlidungan hak asasi manusia, sepatutnya dan beralasan hukum bahwa JPU wajib menuntut bebas terdakwa dari dakwaan dengan segala akibat hukumnya.

Pahrozi kemudian menyebut alasan mengapa terdakwa seharusnya dituntut bebas.

Pertama, katanya, KPK telah melanggar undang-undangnya sendiri, yakni UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, dalam melakukan proses hukum terhadap terdakwa.

Baca Juga: Egy Maulana Vikri Gabung Di Dewa United, Disayangkan Pengamat Apalagi Netizen

Kedua, kata Pahrozi, terbukti KPK dengan tanpa hak dan kewenangan telah melakukan perhitungan kerugian negara sendiri terhadap pengadaan Helikopter AW-101 Tahun Anggaran 2016 di unit organisasi TNI AU, dan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Negara yang dihitung KPK sendiri tersebut tidak dilampirkan dalam berkas perkara, namun hanya disampaikan kepada Majelis Hakim.

Ketiga, kata Pahrozi, terbukti KPK telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyita uang milik negara.

“Keempat, terbukti di muka persidangan bahwa peristiwa yang dapat dibuktikan dalam perkara ini adalah peristiwa keperdataan dalam pengadaan Helikopter AW-101 Tahun Anggaran 2016 di TNI AU, yang telah diselesaikan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tahun 2019 dan rekomendasi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI tahun 2020,” jelas Pahrozi.

Halaman:

Editor: Fauzan Jazadi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Begini Cara Menaikkan Citra di Sosial Media.

Kamis, 23 Maret 2023 | 11:47 WIB

BPOM Pastikan Obat Sirup Sudah Aman

Rabu, 22 Maret 2023 | 17:59 WIB
X