Kasus Helikopter AW 101, Penasihat Hukum Irfan Kurnia Saleh Nilai KPK Sesat Pikir dan Kontraproduktif

- Rabu, 8 Februari 2023 | 18:03 WIB
Penasihat hukum Jhon Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh, terdakwa kasus dugaan korupsi Helikopter AW-101, Pahrozi SH MH (kanan) memberikan keterangan kepada media (Suara Merdeka/Iqbal)
Penasihat hukum Jhon Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh, terdakwa kasus dugaan korupsi Helikopter AW-101, Pahrozi SH MH (kanan) memberikan keterangan kepada media (Suara Merdeka/Iqbal)

JAKARTA– Penasihat hukum Jhon Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh, terdakwa kasus dugaan korupsi Helikopter AW-101, Pahrozi SH MH mengaku sangat kecewa sekaligus sedih setelah membaca penyataan Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri di sejumlah media massa, Selasa (7/2/2023).

Dalam keterangannya, dia mengklaim bahwa KPK memberikan kesempatan yang sama kepada terdakwa dan penasihat hukumnya untuk melakukan pembelaan secara yuridis, namun bukan dengan cara serampangan membangun narasi kontraproduktif dengan penegakan hukum itu sendiri.

“Pernyataan tersebut secara jelas menunjukkan ‘sesat pikir’, sebab jelas-jelas diatur dalam ketentuan hukum bahwa pembelaan secara yuridis terdakwa itu adalah hak terdakwa atau penasihat hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (1) KUHAP,” kata Pahrozi, Rabu (8/2/2023).

Baca Juga: Hendry Ch Bangun Deklarasi Maju Sebagai Calon Ketua Umum PWI Pusat (2023-2028)

Pasal 182 ayat (1) KUHAP menyatakan: a) Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana; dan b) Selanjutnya terdakwa dan/atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir.

”Oleh karenanya, pembelaan secara yuridis itu bukan diberikan oleh KPK, melainkan sudah menjadi hak yang melekat pada diri seorang terdakwa yang diberikan oleh hukum itu sendiri. Hak membela diri itu lahir karena hukum, bukan diberikan KPK seperti yang disebutkan,” jelas Pahrozi.

Pernyataan Ali Fikri tersebut, kata Pahrozi, justru menimbulkan kesan justru KPK sendiri yang serampangan, membuat pernyataan yang kontraproduktif dengan hukum yang berlaku.

Baca Juga: Lima Negara Sepakati Usulkan Kebaya Masuk Daftar ICH UNESCO

“Sebenarnya KPK melalui JPU (Jaksa Penuntut Umum) di persidangan juga mempunyai hak yang sama jika ingin menanggapi secara yuridis terhadap apa-apa yang dikemukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya di nota pembelaan (pledoi), yakni dengan mengajukan tanggapan atau replik atas pledoi,” terangnya.

Padahal, kata Pahrozi, majelis hakim telah mempersilakan kepada JPU KPK pada hari Rabu (8/2/2023) ini apabila ingin mengajukan replik atas pledoi terdakwa.

“Namun faktanya JPU KPK menyatakan tidak ingin replik dan tetap pada tuntutan sebelumnya. Alangkah eloknya jika KPK juga menanggapi setidaknya terhadap 3 (tiga) hal yuridis yang kami sampaikan pada pledoi,” pintanya.

Pertama, jelas Pahrozi, terkait tuduhan bahwa terdakwa “mengatur atau mengendalikan ULP (Unit Layanan Pengadaan) sehingga terdakwa memenangkan tender proyek pengadaan Heli AW-101.

Baca Juga: Sinopsis Film 'Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang': Tentang Persoalan Keluarga Kandung Yang Indonesia Banget

“Di mana jelas secara yuridis dalam Pasal 1 angka 8 juncto Pasal 15 Peratura Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, menentukan yang berwenang memilih atau menentukan pihak penyedia barang dan jasa adalah ULP. ULP ini adalah unit organisasi pemerintah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang. Sebab itu, bagaimana mungkin terdakwa selaku pihak swasta tidak memiliki kewenangan dalam memilih dan menetapkan pihak penyedia barang ‘in casu’ Helikopter AW-101,” ungkapnya.

Halaman:

Editor: Fauzan Jazadi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Penyelesaian Kasus Perundungan Jangan Sesaat

Senin, 20 Maret 2023 | 17:03 WIB
X