Dr. Algooth Putranto
Pecinta sepak bola sejak balita
Pengajar Ilmu Komunikasi Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid, Jakarta
Saya sangat yakin drama di tubuh asosiasi sepak bola Indonesia alias PSSI saat ini tak lebih sekadar pertunjukan pengalihan isu penuntasan tragedi Kanjuruhan Malang yang mengakibatkan muka kita belepotan di mata komunitas sepak bola dunia.
Ini drama berseri yang dimulai sejak Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan atau Iwan Bule mengundurkan diri dalam Kongres Luar Biasa (KLB), November lalu, belakangan ada kabar burung pak Iwan Bule tengah merajut mimpi Pilkada.
Drama PSSI lalu berlanjut dengan terpilihnya Menteri Erick Thohir sebagai Ketua Umum baru, didampingi Menpora Zainudin Amali sebagai Waketum. Belum juga keduanya bekerja untuk PSSI yang lebih baik, pasangan Ketum dan Waketum PSSI tersebut kembali bikin drama.
Konon, demi memajukan sepak bola Tanah Air, Zainudin Amali—sudah mengajukan diri ke Presiden Joko Widodo mengundurkan diri dari posisi Menpora. Lagi-lagi konon, Presiden Jokowi sudah memberikan restu dan petinggi Partai Golkar--sebagai rumah Zainudin Amali—mulai mempersiapkan pengganti.
Ini jelas pertunjukan yang membuat saya memuji setinggi-tingginya komitmen Zainudin Amali selaku Waketum PSSI. Demi sepak bola Tanah Air, mandat jabatan Menpora tersebut dikembalikannya ke Presiden Jokowi.
Ini jelas komitmen yang tidak main-main, bahkan mas Menteri Erick Thohir yang menjadi Ketum PSSI—yang seharusnya paling berkomitmen--pun tidak berani mengikuti: mengembalikan mandat jabatan Menteri BUMN kepada Presiden.
Padahal jika kita mengacu pada konsep keadilan retributif dan distributif di mana keadilan retributif yakni keadilan yang berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Sementara keadilan distributif yaitu keadilan yang berkaitan dengan pembagian nikmat (benefit) dan beban (burdens).
Maka pasangan Ketum dan Waketum PSSI itu seharusnya dwi tunggal, tidak mungkin karena Zainudin Amali lebih ingin berkonsentrasi memajukan sepak bola Indonesia maka dia yang meletakkan jabatan Menteri.
Sudah lebih berkomitmen masa jabatan Zainudin Amali tetap Wakil Ketua yang tak ubahnya sekadar ban serep ketika Ketua Umum yakni mas Menteri ET lebih sibuk menjalankan amanah Presiden: memastikan seluruh BUMN sesuai tugas dan fungsinya.
Meski untuk ini, sebetulnya jika membaca statuta PSSI tahun 2019 pasal 42 tentang Ketua Umum tugasnya tak jauh-jauh dari mendelegasikan tugas kepada Sekretariat Jenderal dan rajin kongkow eh rapat dengan para Anggota PSSI, FIFA, AFC serta Badan Pemerintahan dan Organisasi lain
Nah kalau pak Ketum tak bisa rapat? Statuta PSSI secara jelas menunjuk Waketum untuk menggantikan Ketum. Jadi memanglah tugas Waketum itu adalah pengganti pak Ketua yang tak sempat rapat sana-sini. Jadi bisa disimpulkan betapa luar biasa komitmen pak Zainudin Amali untuk menghadiri rapat sana-sini-nya pak Ketum.
Lalu motivasi apa yang membuat pak Zainudin Amali sampai mengundurkan diri dari jabatan Menpora? Gaji besar? Fasilitas? Dengar punya dengar Ketua Umum (1 orang), Wakil Ketua Umum (2 orang), dan 12 Anggota atau biasa disebut sebagai komite eksekutif itu tidak digaji.
Sementara yang berhak mendapatkan gaji secara rutin dari PSSI adalah jajaran pengurus di bagian kesekretariatan, seperti sekretaris Jenderal, Direktur, Manajer, dan staf lainnya. Jadi lagi-lagi, sungguh luar biasa pengorbanan pak Zainudin Amali demi PSSI.
Jika dianalisa menggunakan teori hierarki kebutuhan Maslow, maka jelas sudah pengorbanan pak Zainudin Amali adalah bagian dari puncak piramida Maslow yakni: aktualisasi diri atau perwujudan diri. Hal yang masuk akal karena katanya tujuan utama para Menteri kita bekerja bukan demi materi, melainkan demi memberikan pengabdian yang terbaik untuk negara.
Artikel Terkait
Wajah-wajah Lama Masih Hiasi Exco PSSI
Kapolri Tegaskan Siap Bersinergi dengan PSSI Babat Habis Mafia Bola
Erick Thohir: Persepsi Pemerintah Intervensi PSSI Salah Besar
Berikut Masukan Presiden Jokowi untuk PSSI Pimpinan Erick Tohir
Tak Usah Terlalu Serius Dengan PSSI