Oleh: Karyudi Sutajah Putra
MALANG, Mpu Gandring, dan KLB. Tiga hal ini tampaknya berkelindan dalam benak Erick Thohir, Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) periode 2023-2027 yang terpilih pada 16 Februari lalu melalui Kongres Luar Biasa (KLB).
KLB itu sendiri digelar sebagai buntut dari tragedi mematikan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober lalu yang menewaskan sedikitnya 135 orang, usai pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya.
Erick kemudian membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengubah format kompetisi Liga 1 dan Liga 2. Saat menggelar jumpa pers di Jakarta, Ahad (5/3/2023), Menteri BUMN ini berseloroh, "Saya sebagai pimpinan PSSI yang dipercayakan, ya mudah-mudahan sampai empat tahun ya, kan sering di-KLB juga. Mudah-mudahan dengan bikin terobosan, enggak di-KLB, begitu kan?"
Memang, naiknya Erick Thohir menggantikan Mochamad Iriawan alias Iwan Bule, Ketua Umum PSSI sebelumnya, terjadi melalui KLB tanggal 16 Februari 2023. Naiknya Iwan Bule menggantikan Edy Rahmayadi, Ketua Umum PSSI sebelumnya lagi, juga melalui KLB tahun 2019. Begitu pun naiknya Edy Rahmayadi menggantikan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PSSI Djoko Driyono, juga melalui KLB tahun 2016.
Sebelum itu, PSSI kerap dilanda konflik dan kekisruhan, bahkan sempat muncul dualisme PSSI tahun 2011 antara kubu Djohar Arifin Husein dan kubu La Nyalla Mattalitti.
Jadi, KLB berbalas KLB, begitu mungkin seterusnya. Hal ini juga terjadi dengan Ken Arok, Raja Singasari yang berbasis di Malang, awal abad ke-13. Ken Arok merebut takhta Tunggul Ametung, Akuwu Tumapel, sekaligus merebut permaisurinya, Kendedes, dengan membunuhnya menggunakan keris buatan Mpu Gandring.
Mpu Gandring sendiri menjadi korban pertama keganasan Ken Arok yang tak sabar pesanan kerisnya itu belum jadi-jadi. Nah, begitu hampir jadi, masih dalam kondisi belum sempurna, keris itu direbut Ken Arok kemudian ditikamkannya ke tubuh Mpu Gandring. Saat meregang nyawa itulah, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan bahwa keris yang dibuatnya itu akan memakan korban tujuh turunan.
Terbukti kemudian, Ken Arok pun dibunuh oleh Anusapati (1247), putra Tunggul Ametung, menggunakan keris Mpu Gandring. Begitu pun Anusapati yang kemudian dibunuh Tohjaya (1249), anak Ken Arok dari Ken Umang, menggunakan keris Mpu Gandring. Tohjaya pun akhirnya tewas di tangan Ranggawuni (1250), anak Anusapati. Begitulah seterusnya sampai tujuh turunan.
Nah, mungkin Erick Thohir terbayang-bayang “kudeta” melalui KLB, sebagaimana Ken Arok juga dikudeta oleh anak Tunggul Ametung dan seterusnya. Dalam konteks ini, KLB analog dengan keris Mpu Gandring. Apalagi, KLB yang berhasil menaikkan Erick ke kursi PSSI-1 didahului oleh Tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Malang, pusat Kerajaan Singasari yang berdiri tahun 1222.
Mengapa Erick dibayang-bayangi ancaman KLB? Karena KLB sepertinya telah melembaga, menjadi semacam tradisi. Seseorang dipilih untuk kemudian dijatuhkan. Itulah yang terjadi di PSSI.
Mengapa demikian? Ada yang berpendapat, KLB PSSI identik dengan pembagian “THR” (tunjangan hari raya), sehingga makin sering KLB makin menggairahkan. Benarkah?***
Karyudi Sutajah Putra, Mantan Komisioner Komite Perubahan Sepakbola Nasional (KPSN)
Artikel Terkait
PSSI Butuh Nyali atau Nyalla?
Wajah-wajah Lama Masih Hiasi Exco PSSI
Erick Thohir: Persepsi Pemerintah Intervensi PSSI Salah Besar
Berikut Masukan Presiden Jokowi untuk PSSI Pimpinan Erick Tohir
Tak Usah Terlalu Serius Dengan PSSI
Menunggu Menteri Erick Thohir Mundur Demi PSSI