Dr. Algooth Putranto
Pecinta sepak bola sejak balita
Pengajar Ilmu Komunikasi Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid, Jakarta
Gebrakan Erick Thohir sejak terpilih sebagai Ketua Umum PSSI sungguh luar biasa-biasa saja. Salah satunya wacana menerbitkan regulasi pembatasan pemain naturalisasi di Liga 1 2023-2024. Bagaimana tak luar biasa-biasa saja, karena ya sekadar daur ulang ide lama yang terbukti gagal total.
Eh masa? Tentu saja! Tahun 1981, pensiunan serdadu yang lalu jadi pebisnis bernama Sjarnoebi Said terpilih sebagai Ketua Umum PSSI. Sjarnoebi bukan newbie untuk urusan sepak bola. Dia pendiri dan pemilik tim Krama Yudha Tiga Berlian yang legendaris.
Nama Krama Yudha Tiga Berlian identik dengan distributor resmi dan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Mitsubishi dari Jepang. Jadi sejak tahun 1970-an, begitu pensiun, Sjarnoebi dengan koneksinya, dia terjun ke dunia otomotif.
Sebagai pensiunan tentara dan pebisnis, lobi Sjarnoebi tak bisa dibantah. Kecintaannya pada sepak bola apalagi. Demi kecintaannya itu Sjarnoebi lantas membeli klub Yanita Utama di Bogor yang sebelumnya bernama Jaka Utama dari Lampung.
Berbeda dengan Jaka Utama yang prestasinya medioker dan terlibat kasus suap, Yanita Bogor moncer. Mereka sukses dua kali juara kompetisi Galatama. Sayangnya tahun 1984, Yanita Bogor tutup buku. Pemiliknya, pengusaha Pitoyo Haryanto tak kuat mengongkosi.
Mirip mobil Esemka yang sebetulnya mobil China ganti logo, Yanita Utama yang bermarkas di Bogor oleh Sjarnoebi lantas diboyong ke Palembang dan diubah nama menjadi Krama Yudha Berlian untuk berkompetisi di kompetisi Galatama.
Sjarnoebi bukan orang baru di sepakbola Tanah Air, dia sudah terlibat di PSSI sejak tahun 1978. Posisinya adalah Ketua Bidang Liga. Jadi di tangannya lahirlah Liga Sepak Bola Utama (Galatama) yang dimulai tahun 1979.
Berkat Galatama, klub-klub semi professional yang selama ini bertarung di kompetisi internal menjadi pesaing bagi kompetisi klub-klub amatir (Perserikatan) macam Persija, Persib, Persebaya, Persipura dan tentu saja PSIS.
Kompetisi Galatama menyajikan kompetisi yang lebih seru karena mengijinkan keterlibatan pemain asing. Sebut saja Jairo Matos dan Wendel Eugene di Pardedetex (Medan), David Lee dan Fandi Ahmad di NIAC Mitra (Surabaya) maupun Mozes Isaac dan Hanz Manuputty di Tunas Inti (Jakarta).
Entah ada angin apa ketika Sjarnoebi menjadi Ketua Umum PSSI tahun 1981 menggantikan Ali Sadikin, setahun kemudian dia melarang penggunaan pemain asing. Banyak yang menyebut keputusan itu akibat prestasi timnas yang naik turun akibat pemain lokal tergusur pemain asing pun alasan yang aneh.
Pasca pemain asing dipreteli dari Galatama, prestasi timnas sepakbola kita tak lebih baik. Sepanjang tahun 1982 Indonesia tak pernah menang di beberapa pertandingan resmi a.l Turnamen Merdeka, Piala Merlion.
Puncaknya di Sea Games tahun 1983 di Singapura, timnas yang ditangani Bernd Fischer dengan gaji fantastis saat itu hanya sanggup berada di posisi kelima. Akibat prestasi memalukan ini, Sjarnoebi mengundurkan diri padahal masa jabatannya belum berakhir.
Meski demikian tidak adil rasanya jika memvonis terlalu dini prestasi Erick Thohir hanya akan semenjana Sjarnoebi Said. Saat berkampanye sebagai calon Ketua Umum PSSI, Erick menjanjikan delapan hal yakni: Sepak bola Indonesia bersih dan berprestasi; Memperbaiki kepemimpinan wasit dan memperhatikan kesejahteraan wasit; Memperbaiki hubungan antar suporter; Memperbaiki Liga 1, Liga 2 dan Liga 3; pembinaan yang berjenjang; Memperbaiki sepak bola Indonesia dari bawah ke atas; Fasilitas latihan untuk Timnas Indonesia dan Membuat program sepak bola Indonesia yang jelas.
Artikel Terkait
DPR, Erick Tohir Paparkan Rencana IPO Right Issue Sejumlah BUMN
Berikut Masukan Presiden Jokowi untuk PSSI Pimpinan Erick Tohir