Oleh: Karyudi Sutajah Putra
ENTAH sebuah kebetulan atau kesengajaan, setiap menjelang pemilu terjadi skandal raksasa yang merugikan keuangan negara hingga triliunan bahkan ratusan triliun rupiah. Terutama pemilu yang mengantarkan pergantian rezim.
Pemilu kemudian bukan sekadar pesta demokrasi, melainkan juga pesta bagi-bagi "rezeki" korupsi. Uang hasil korupsi diduga mengalir ke para peserta pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Akhirnya pemilu benar-benar menjadi "pemilu" alias pembuat pilu rakyat Indonesia.
Menjelang Pemilu 1999, misalnya, terjadi skandal raksasa korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Alkisah, pada Desember 1998 atau di pengujung kekuasaan Presiden Soeharto, Bank Indonesia (BI) mengggelontorkan dana bantuan kepada 48 bank di Indonesia yang mengalami kesulitan likuiditas melalui skema BLBI dengan besaran mencapai Rp144,53 triliun. Namun pada 2000, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp138,7 triliun dari penyaluran dana BLBI tersebut. Selain itu, hasil temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan penyimpangan dana hingga Rp54,5 triliun oleh 28 bank penerima dana BLBI.
Lalu, menjelang Pemilu 2009, terjadilah skandal raksasa korupsi dana talangan Bank Century. Ini terjadi di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode pertama (2004-2009).
Tahun 2008, Bank Century ditetapkan menjadi bank gagal berdampak sistemik agar mendapatkan biaya penyelamatan senilai total Rp6,76 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Proses penetapan tersebut dimulai pada rapat tanggal 16 November 2008 di kantor BI yang dihadiri Menteri Keuangan/Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur BI Boediono.
Kini, menjelang Pemilu 2024 skandal raksasa kembali terjadi. Kali ini korupsi proyek base transceiver station (BTS) yang merugikan keuangan negara hingga Rp8,03 triliun. Kasus ini melibatkan Johnny G Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika yang juga Sekretaris Jenderal Partai Nasdem sebagai tersangka. Kejaksaan Agung pun sedang menelisik aliran dana ke partai politik.
Pemenang Tertuduh
Adakah korelasi skandal demi skandal itu dengan pemilu demi pemilu? Sejauh ini aparat penegak hukum tidak bisa membuktikan adanya aliran dana korupsi BLBI dan Century ke partai politik atau pun calon presiden.
Namun, entah kebetulan atau kesengajaan, yang menjadi pemenang pemilu selalu menjadi semacam "tertuduh".
Dalam kasus BLBI, misalnya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri semasa menjabat Presiden RI menjadi semacam "tertuduh". Pasalnya, ia mengeluarkan kebijakan yang kontroversial. Pada 2002, Megawati menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002. Inpres ini memberikan jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menuntaskan kewajiban maupun yang mangkir dari kewajibannya.
Melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), pemerintah kemudian menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) bagi bank yang telah membereskan utangnya. Ada 12 debitur yang menerima SKL di era pemerintahan Megawati.
Artikel Terkait
Sekaligus, Lima Pejabat Ditahan Kejagung
Mahalnya Johnny Plate bagi Nasdem
Pakar Telematika :Penerapan BTS di Kawasan 3 T Pemborosan