Oleh Eka Budianta.
JAKARTA, Jakarta.Suaramerdeka.com, -Pariatmojo lahir 28 Mei 1966 mengalami gegar otak 1994 dan menjadi buta 1 Mei 2009, menjelang umur 43 tahun. Selama 7 tahun ia mengurung diri, tetapi pada 2016 ia memutuskan menjadi pelukis.
Maklum, ia pernah belajar interior desainer di ISI Institut Seni Yogyakarta, dan memang gemar menulis. Sebelum buta lukisannya surealis, berkualitas, membuktikan bakatnya yang luarbiasa.
Contohnya Pari melukis kuda berkepala manusia. Kuda itu berlari kencang, ingin tahu apakah neraka ada atau tidak? Setelah tahu bahwa neraka itu ada, ia ingin balik ke dunia.
Itulah yang terlukis pada ekspresi kepalanya yang berwujut seorang wanita. Lukisan surealis ini dikerjakan dengan halus, menggabungkan fisik hewan dan manusia dengan tehnik yang meyakinkan.
Jadi, bisa dibayangkan bagaimana seorang yang sangat berbakat melukis, tibatiba menjadi buta dan hidup dalam gelap. Untungnya dia tidak berputus asa, dengan keterbatasannya ia mencoba melukis lagi.
Dalam hal ini saya kagum, karena Pariatmojo bersikeras meneruskan hidupnya.Padahal gara pernikahannya batal, tunangannya pergi. gara penyakitnya itu. Saya bertanya, bagaimana Pari bisa bertahan hidup?
Jawabnya ia berusaha matiraga — puasa dari segala keinginan, kecuali menggambar. la ingin tetap hidup sebagai pelukis. Dengan spidol, krayon dan pensil ia mencorat-coret kertas folio, sampai habis lima rim.
Tentu ia tidak tahu apa yang sedang dan sudah dilukisnya, tetapi ia terus berkarya dengan menggunakan kanvas.
Mula-mula ia mengusahakan lukisan figuratif — tetapi tentu susah sekali bagi orang buta menggambar bentuk, sekalipun dengan mengerahkan semua ingatan dan imajinasinya.
Akhirnya, dia menemukan bentuk-bentuk abstrak sebagai pelampiasan ekspresinya. Perlu diingat, setiap ekspresi kesenian, pada dasarnya adalah upaya berkomunikasi. Dengan melukis dalam gelap, Pari ingin mengirimkan pesan.
Pari menciptakan berbagai tanda, sehingga kita bisa membahasnya dari aspek semiotika.
“Semiotika atau ilmu ketandaan adalah studi tentang makna keputusan.
Ini termasuk studi tentang tanda-tanda dan proses tanda, indikasi, penunjukan, kemiripan, analogi, metafora, simbolisme, makna, dan komunikasi.” Itulah pengertian umum yang boleh kita pahami bersama.
Bagaimanakah kita menerapkan ilmu ketandaan tentang makna keputusan yang dipesankan oleh Pariatmojo sebagai pelukis buta?
Artikel Terkait
Lola Amaria; Tak Ada Tempat Untuk Predator Seksual
R3HAB, Jonas Blue, Ava Max dan Kylie Cantrall Rilis "Sad Boy"
Menparekraf Terus Uji Coba Pembukaan Destinasi Wisata di Tanah Air