Oleh Benny Benke.
Jakarta.Suaramerdeka.com,- Kala, secara sunnatullah, dipercaya akan membuat hati manusia menjadi melembut, dan jauh menjadi lebih menghargai satu sama lain. Menomorsatukan kemanusiaan. Menepikan kesalahan.
Tapi sikap diam PT. Lentera Abadi Solutama (LAS) yang koppig dengan pilihannya membisu dermaga, mematung Batu, memilih menanggungkan utang jawaban dan penjelasan, kepada pemangku kepentingan industri musik Indonesia. Yang musti membagi royaltinya dipungut PT. LAS atas dasar penunjukan langsung oleh lembaga manajemen kolektif Nasional (lmkn), tidak akan mampu melembutkan hati manusia. Apalagi menghargai pilihan diamnya.
Baca Juga: Surat Terbuka untuk Direktur PT.LAS
Yang terjadi justru sebaliknya. Akibat sikap diamnya seperti Batu, PT. LAS juga Direkturnya, telah kehilangan simpati dari banyak pihak. Juga anak cucu musisi se- Indonesia Raya, yang mesti manut, tunduk, pada keputusan sepihak penunjukan langsung lmkn, yang mengolok-ngolok aturan bernegara itu.
Waktu, Kala, menjadi percuma bahkan sia-sia di tangan pilihan sikap diam PT. LAS. Yang terlalu banyak mendapatkan hak istimewa dari lmkn. Momentumnya untuk membuka diri menjadi terbuang percuma. Karena sudah terlalu banyak, pemangku kepentingan industri musik, telah menjadi mati rasa. Kebas. Dengan sikap memarkir bus di depan gawang keterbukaan PT.LAS.
Meski Anda semua, yang berada di pihak PT LAS, sangat bisa jadi, tetap baik-baik saja. Tidak kurang suatu apa. Karena Anda semua telah menangguk keuntungan Politis. Diakui atau tidak.
Baca Juga: PT LAS, Di Bawah Lindungan Istana?
Sikap inilah yang membedakan mana manusia beradab, mana manusia telah kehilangan adab. Yang terus mengejek akal sehat, sembari terus berlindung di bawah jejaring kekuasaan, yang sebenarnya, tidak akan mampu selamanya memberikan perlindungan.
Jangan-jangan, kekuasaan justru menanggungkan rasa malu atas sikap curang kalian. Yang justru membuat makin pucat wajah istana, yang ingin mewariskan nilai-nilai kebaikan kepada rakyatnya. Tapi, malah Anda lempar wajahnya dengan kotoran.
Karena sejatinya, istana tidak ingin melakukan praktek pat gulipat seperti yang telah Anda praktekkan.
Tapi tak mengapa. Berdiam dirilah selamanya. Sampai sikap diam Anda akan menenggelamkan, sebelum memakan diri Anda sendiri.
Baca Juga: Mendadak PT LAS
Akan sangat beda kasus, jika yang memilih sikap diam adalah rakyat. Jelata seperti kita.
Artikel Terkait
Royalti Lagu dan Musik Milik Siapa?
Pakar Komunikasi: Sengkarut Royalti Musik Harusnya Diselesaikan Secara Terbuka