Oleh Wina Armada Sukardi.
Jakarta.Suaramerdeka.com,- Siaran yang dibawakan oleh presenter Najwa Shihab soal pengaturan skor di tubuh PSSI, menggebah persoalan penggunaan hak tolak dalam bidang pers. Hal ini muncul, menyusul rencana anggota pengurus PSSI ingin mengajukan Najwa ke pengadilan. Bukan hanya masyarakat pers saja, tetapi publik juga menjadi penasaran bagaimana “nasib” hak tolak di tengah-tengah pengangungan terhadap kemerdekan pers.
Sesuai dengan pasal 1 ayat 10 Undang-undang Pers No 40 Tahun 1999 (selanjutnya untuk diringkasnya cukup disebut UU Pers saja), ”Hak tolak adalah hak wartawan, karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.”
Ada dua dasar pengaturan hak tolak. Pertama, dalam UU Pers, hak tolak diatur dalam pasal 4 ayat 4. Bunyinya, ”Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.” Kedua dalam pasal 7 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang pengaturannya digabung dengan soal embargo berita, informasi latar belakang dan ”off the record.” Selengkapnya Pasal 7 KEJ berbunyi, ” Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.”
Dasar Pemikiran
Adapun dasar pemikiran hak tolak secara yuridis formal terdapat dalam penjelasan pasal 4 ayat 4 UU Pers yang menyatakan: ”Tujuan utama hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak menyebut identitas sumber informasi. Hal tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan”
Sudah lazim terjadi, dalam banyak pemberitaan terdapat sumber informasi yang tidak mau disebutkan identitas, keberadaan atau hubungannya dengan berita, karena berbagai pertimbangan, terutama karena keselamatan diri dan keluarganya. Terhadap narasumber yang tidak mau diungkapkan jati dirinya, jika ada pihak yang meminta dibuka siapa sumber informasi seperti ini, UU Pers memberikan kekuatan kepada pers untuk menolak mengungkapkan narasumber ini.
Dalam dunia pers seringkali dijumpai seseorang memiliki informasi yang sangat penting untuk diketahui oleh publik, karena menyangkut kepentingan publik. Bagi pers, orang semacam ini dapat dijadikan sumber informasi yang penting, tetapi terdapat kendala. Andaikata sumber ini disebut atau diungkapkan identitasnya secara terbuka, akan menimbulkan beberapa persoalan serius. Pertama, keselamatan si narasumber akan terancam. Mulai dari ancaman ringan, seperti mutasi atau tidak akan dinaikan dari jabatannya, diperguncingkan dan diancam, sampai yang berat, dianiayai dan dapat dibunuh, bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga anggota keluarganya dan lingkaran dekatnya.
Disini pers menghadapi dilema. Jika informasi yang diperoleh darinya tidak disiarkan, ada kepentingan umum yang bukan saja diperlukan publik, tapi juga bukan tidak mungkin dapat menghindari publik dari bahaya atau kerugian yang lebih besar. Sebaliknya jika disiarkan, sumber berita, keluarga dan jajaran dekatnya, dapat menjadi korban. Untuk menghindari benturan dilema inilah, diperlukan hak tolak. Dengan begitu, informasi yang diperlukan publik dapat diberitakan dan sumber yang memberikan informasi juga tetap selamat.
Kapan atau pada tingkat proses hukum mana hak tolak dapat digunakan? Penjelasan pasal 4 ayat 4 menyebut hak tolak dapat digunakan, ”Jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan.” Dari penjelasan ini dapat disimpulkan, pertama, hak tolak dapat digunakan baik pada tahap penyidikan maupun pada tahap pemeriksaan di pengadilan. Sejak awal diperiksa oleh pejabat penyidik, wartawan sudah dapat menolak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber yang tidak diungkapkan dalam berita. Dengan kata lain, penyidik tidak berhak mengetahui identitas dan keberadaan sumber informasi yang tidak diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaaannya. Hal ini memberi pemahaman kita, karena hak tolak menyangkut pubik, dan karenanya berada di ranah hukum pidana
Konsekuensi Pemanfaatan Hak tolak
Hak tolak harus dimanfaatkan dengan hati-hati dan selektif oleh pers. Hal ini lantaran pemakaian hak tolak memberikan beberapa konsekuensi bagi pers yang memakainya. Pertama, begitu pers memakai hak tolak, maka pada kasus tersebut semua informasi yang diberitakan atau disiarkan oleh pers yang bersangkutan, sepenuhnya dinilai merupakan informasi dari pers itu sendiri, sehingga seluruh isinya menjadi beban dan tanggung jawab hukum dari pers yang memanfaatkannya. Jika karena pengungkapan informasi tersebut menimbulkan masalah hukum, maka yang bertanggung jawab harus menghadapi masalah hukum tersebut pers yang memuat atau menyiarkan beritanya. Sedangkan sumber yang dirahasiakan identitasnya, dibebaskan dari segala beban dan tuntutan hukum yang timbul, baik ketika berita disiarkan atau sesudahnya. Ini karena semua beban dan tanggung jawab hukum itu sudah otomatis beralih kepada pers yang membuat berita atau menyiarkannnya.
Prinsip hak tolak adalah melindungi narasumber dengan tidak menyebut identitas dan keberadaannya. Dengan pemberian perlindungan itu, maka semua yang diberitakan berdasarkan keterangan dari narasumber yang dilindungi dianggap berasal dari redaksi (pers) sendiri. Ini artinya, seluruh tanggung jawab terhadap isi dan kebenaran isi dari sumber diambil alih oleh redaksi. Konsekuensinya, seluruh tanggung jawab etika dan hukum terhadap berita yang berasal dari narasumber yang tidak diungkapkan identitas dirinya beralih dari si narasumber ke wartawan atau pers. Tegasnya, seluruh berita yang tidak diungkapkan jati diri narasumbernya beban tanggung jawab etika dan hukumnya berada di pihak redaksi (pers). Bersamaan dengan itu, si narasumber, baik secara etika maupun secara hukum, dibebaskan dari beban tanggung jawab apapun.
Jika kemudian pers yang bersangkutan ingkar janji dengan mengungkapkan jati diri atau identitas narasumber itu, narasumber tersebut berhak menolak kebenaran dirinya sebagai narasumber. Di sinilah pentingnya narasumber yang dipilih harus kredible dan kompeten, karena semuanya pada akhirnya menjadi tanggung jawab pers .
Artikel Terkait
Menggugat dan Mempertahankan Hak Tolak, Buntut PSSI Menggugat Mata Najwa