Oleh Wina Armada Sukardi
Jakarta.Suaramerdeka.com, - Guru Besar etika bisnis Harvard Business School, Joseph Badaracco, dalam dalam dua dekade terakhir telah melakukan "revolusi" dalam memberikan kuliah mengenai kepemimpinan, khususnya di dunia bisnis.
Tidak seperti guru besar bidang bisnis "ortodok" yang mengacu kepada buku-buku "standar" dalam mengajarkan kepemimpinan, Joseph Badarcco justru memilih pendekatan melalui seni.
Untuk mengabarkan bagaimana pola-pola kepemimpinan terbentuk dan faktor-faktor apa saja yang melingkupinya, Joseph Badaracco meminta para mahasiswanya untuk membaca sejumlah novel dan menonton flm tertentu.
Apa kaitannya antara novel-novel dan film-film itu dengan kepemimpinan? Menurut Joseph Badaracco, cerita fiktif justeru lebih dapat dijadikan alat pembelajaraan yang efektif untuk dunia bisnis, khususnya kepemimpinan.
Kenapa? Sebab, menurut pemahamanya, melalaui penceritaan kisah fiktif dapat jauh diandalkan untuk menyediakan gambaran mengenai pemikiran-pemikiran, motivasi, karakter dan tindakan kepemimpinan.
Joseph Badaracco kemudian mengembangkan metoda ini untuk memberikan pelajaran mengenai kepemimpinan di dunia bisnis, termasuk tantangan, konflik, dilema, moralitas, keberanian serta ketepatan mengambil keputusan.
Sejauh ini metoda yang diterapkannya ternyata efektif untuk mengajarkan soal kepemimpinan.
Motode Joseph Badaracco rupanya diadopsi dari kebanyakan kebudayaan di dunia, yakni bercerita dengan narasi menjadi alat komunikasi yang paling menarik dan paling mudah dimengerti dan dihayati untuk menyampaikan pesan atau nilai-nilai.
Kisah-kisah memberikan pelajaran penting. Hampir semua kitab suci pun mencantumkan kisah dalam menanamkan keyakinan. Begitu pula hampir semua kebudayaan menyampaikan nilai-nilai budayanya secara turun menurun melalui dogeng, cerita atau lagenda.
Fakta memang sesuatu yang diperlukan, tetapi jika fakta disuguhkan tanpa dukungan kisah yang tepat, bukan saja fakta terasa tandus dan tidak menarik, tetapi fakta juga justru dapat menyesatkan.
Cerita atau kisahlah yang menghidupkan dan sekaligus memberikan makna terhadap fakta dan nilai-nilai, tidak kecuali di bidang kepemimpinan, termasuk bisnis, terhadap deretan fakta.
Disinilah kesenian, seperti sastra dan film, dapat memberikan konstribusi terhadap perkembangan atau kemajuan bidang lain, termasuk pendidikan bisnis dan politik. Kesadaran semacam ini sebenarnya bukan barang baru.
Di Jepang sudah sejak lama banyak perusahaan mewajibkan karyawan tingkat manager ke atas mereka untuk menyaksikan pertunjukan teater secara rutin. Tujuannya untuk mengasah "nurani" para pemimpin perusahaan itu agar lebih peka dan memiliki kesadaran "lingkungan strategis."
Seni Film untuk Kemanusiaan
Tidak seperti dibayangkan banyak seniman selama ini, bahwa kesenian, termasuk dan terutama film, hanya menarik sedikit masyarakat di luar kalangan dunia kesenian sendiri.
Paling para seniman dan sineas menyangka, seni hanya ditelaah dari sudut psikologi, itu pun dalam hubungannya dengan menilai atau menafsirkan karya seni itu sendiri dan bukan untuk mengembangkan pemahaman terhadap bidang lainnya.
Padahal sebagaimana telah dibuktikan oleh Joseph Badarrco, kesenian dapat bermanfaat untuk memberikan pelajaran dan nilai-nilai di semua bidang, termasuk bidang kepemimpinan.
Artikel Terkait
Melalui Puisi Sangkan Paraning Dumadi
Sutardji Calzoum Bachri; Puisi Benny Benke Prosaik, Layak Direnungkan
Penggenapan Diri Benny Benke
Perihal Pengheningan Puisi