Kemudian, kira-kira siapa yang paling besar melakukan transaksi jual beli tanah? Rakyat umumnya kalau membeli tanah juga lantaran sudah sangat terdesak karena butuh tanah buat tempat tinggal. Itu pun jumlahnya gak luas.
Jadi, mereka membeli tanah karena dorongan kebutuhan priemer.
Demikian kalau mereka menjual tanah, biasanya lantaran karena ada warisan yang mau dibagi-bagi. Bukan sekedar mau menanggok cuan besar.
Untuk biaya kesehatan, golongan ini gak disuruh juga bakal menjadi anggota BPJS Kesehatan. Maklum kalau disuruh bayar biaya kesehatan sendiri, mereka umumnya gak bakalan mampu.
Pembeli tanah lain selebihnya kaum menengah dan yang paling banyak beli tanah kaum elit. Buat sebagian besar mereka seperti ini, kemungkinan besar jika berobat tidak ingin memakai fasilitas BPJS. Mereka memilih fasilitas yang sesuai dengan kantong mereka sendiri.
Selain itu, kalau keanggotaan BPJS Kesehatan merupakan keanggotaan pribadi, para orang berduit sering melakukan jual beli tanah dengan atas nama perusahaan atau organisasi.
Jadi, kewajiban menyertakan kartu BPJS juga tidak efektif untuk mengumpulkan duit dari strata masyarakat seperti ini.
Berbagai kewajiban menyertakan bukti keanggota BPJS berawal dari Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Aturan itu diteken Presiden Jokowi, 6 Januari lalu.
Inpres tersebut pada intinya menginstruksikan kepada berbagai kementerian, Kejaksaan Agung, Polri, BPJS Kesehatan, Gubernur, Bupati, Wali Kota, Dewan Jaminan Sosial untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka optimalisasi program Jaminan Kesehatan Nasional.
Sedangkan Kementerian ATR/BPN kemudian menindaklanjuti Inpres tersebut dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) yang diteken Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Suyus Windayana.
Artikel Terkait
Profesi Advokat