Sinematek dan SENAKKI terutama, memberi rekomendasi dukungan kepada Adisurya Abdy karena dialah yang ada di depan saya . Seperti sebelumnya – pada rencana kongres BPI yang kemudian batal atau ditunda – Sinematek dan SENAKKI memberikan rekomendasi kepada Mukhlis Paeni, karena Mukhlis Paeni (mantan Ketua LSF, Ketua Masyarakat Sejarah, juga anggota Badan Pengawas BPI) datang dan menceritakan akan mencalonkan diri. Ya, saya kasih rekomendasi! Komedi atau tragedi apa pada nasib pengajuan pencalonan Mukhlis Paeni dulu itu – saya kurang begitu tahu.
Cerita-cerita yang bisa menjadi komedi atau tragedi bermunculan menyertai BPI ini. Semula diinformasikan bahwa kandidat yang kuat adalah Alex Sihar (Staf Khusus Dirjen Kebudayaan yang juga Pengurus BPI), Celerina (konon orang dekatnya Menteri Eric Tohir yang juga Pengurus BPI), Fauzan Zidni (APROFI), serta Gunawan Paggaru (KFT yang juga Pengurus BPI). Dalam proses pengajuan bakal calon ini, sempat terjadi, salah satu organisasi yang mendukung Adisurya Abdy, eh, mencabut rekomendasinya.
“Begini... ternyata BPI ini politiknya tinggi juga.... jadi lebih baik kami netral,” kata ketua organisasi itu yang sampai ke saya.
Ya ndak apa-apa.. Mudah saja Adisurya Abdy mendapatkan rekomendasi penggantinya. Berikutnya Gusti Randa menjumpai saya, bicara soal pertandingan sepakbola eksibisi antara kesebelasan PARFI, Dikbud Film, dan PPHUI (dalam rangka HFN di Pusat Perfilman H Usmar Ismail). Kemudian soal minatnya ikut dalam pencalonan Ketua Umum BPI.
“Lha, barusan dukungan saya berikan kepada Adisurya Abdy,” kata saya. “Ketentuan menyebutkan, satu organisasi hanya boleh merekomendasi satu calon.”
Kami bantu Gusti Randa melengkapi lima rekomendasi dukungan, diterima Sterring Committe Kongres BPI beberapa jam menjelang penutupan.
Sampai pendaftaran bakal calon ketua umum BPI ditutup, yang menjadi kandidat akhirnya ya empat orang itulah. Adisurya Abdy, Fauzan Zidni, Gunawan Paggaru, Gusti Randa. Entah kenapa dan kemana itu Alex Sihar dan Celerina .....
Cerita yang komedi atau tragedi, terceritakan ke saya -- juga bermunculan di arena kongres. Yang saya lihat langsung saja, sekitar satu jam saya di sana saat pemungutan suara.
Sempat diumumkan bahwa pemilik hak suara jumlahnya 72. Terjadi protes. Lha di buku kongres dan sepanjang absen-absen kepesertaannya jumlahnya 62. Kok saat pemungutan suara membengkak menjadi 72.
Kongres diskors sejenak. Kemudian dibuka lagi dan diumumkan: Pemilik hak suara yang valid 62. Entah dari mana dan kemana pula sepuluh lainnya yang disebutkan tadi. Ohya ya, stakeholder BPI yang jumlahnya 62 itu diisi banyak komunitas dari daerah. Organisasi seperti PPFI (Persatuan Perusahaan Film Indonesia) juga LSF, tidak mengirimkan wakilnya.
Artikel Terkait
Komedi Tragedi dalam cerita BPI
Komedi Tragedi dalam Cerita BPI (Bagian 2).