Dia tidak bermaksud untuk menghabiskan minggu terakhir Agustus dengan Dodi Al Fayed. Tempat sudah dipesan dan pesawat sudah di-booking untuk berlibur bersama Lana. Liburan itu dibatalkan pada menit-menit terakhir karena ayah Lana meninggal mendadak, menyebabkan Sang Putri punya waktu kosong sampai anak-anaknya kembali ke Istana Kensington pada 31 Agustus. Putri menerima tawaran Dodi untuk mengisi waktu dengan dirinya di kapal pesiar pribadinya Jonikal, berlayar sekitar Riviera Prancis dan Sardinia.
Sebelum dia berangkat bertemu Dodi, dia akan kembali ke Istana selama satu hari, pada 21 Agustus, tetapi aku tak akan ada di sana karena secara sengaja telah memutuskan berlibur bersama keluarga ke Naas, Republik Irlandia, untuk menyesuaikan waktu dengan libur Putri. Ketika Putri selesai berkemas pada 15 Agustus untuk berangkat ke bandara, aku berbagi rasa senang menjelang liburan bersama Rosa, sambil menunggu di Istana Kensington.
Baca Juga: Mosaik Putri Diana (2): Perhatian Ratu Elizabeth kepada Diana
“Kita harus melakukan sesuatu mengenai orang yang satu ini. Dia tidak cocok untuk Putri, kamu tahu ‘kan. Maukah kamu melakukan sesuatu?” aku meminta kesediaan Rosa. Aku tahu Putri akan mendengarkan Rosa dan aku kira Rosa sama khawatirnya denganku karena “lelaki itu Dodi.” Rosa mengangguk dan tersenyum. Dia mengerti.
Putri sedang bersibuk diri di ruang duduk, merapikan mejanya, membereskan kertas-kertas bekas, mengecek tas bahunya. Ketika kedua sahabat itu menuruni tangga dan bersiap pergi, di tengah jalan dia berhenti dan seperti biasa melakukan pemeriksaan ulang, berpikir sambil bergumam: “Paspor, telepon, walkman ….” Aku bersandar pada pegangan tangga dari kayu, memandang Putri yang memakai Versace longgar sederhana. “Anda tahu?” kataku. “Saya tak pernah melihat Anda sehebat ini. Anda tampak sempurna. Anda tak perlu sinar matahari—sudah cokelat kelihatannya!” Dan dia terus menuruni tangga, tersenyum.
Kami masuk ke ruang masuk bagian dalam. “Pegangkan dulu sebentar.” Dia menyerahkan tas bahunya ke tanganku dan pergi ke toilet. Tak lama kemudian, dia siap untuk berangkat. Dia melangkah ke bawah matahari dan masuk ke bagian belakang BMW ketika sopir menyalakan mesin. Aku mengencangkan sabuk pengamannya.
“Kalau sempat, kamu mau menelepon saya, ‘kan?” katanya.
“Tentu saja,” kataku, setelah seminggu mengganti nomor telepon genggamnya dengan sejumlah nomor baru yang hanya diketahui oleh segelintir orang.
“Selamat bersenang-senang, Paul.” Aku kembali ke ambang pintu, dan Sang Putri melambaikan tangan. Aku menyaksikan BMW berbelok ke kiri dan menghilang dari pandangan. Dia berangkat ke bandara Heathrow dan naik pesawat ke Athena.
***
Artikel Terkait
Mosaik Putri Diana (20): Gosip tentang Ayah Pangeran Harry
Mosaik Putri Diana (21): Para Pria di Sekitar Diana
Mosaik Putri Diana (22): Kecelakaan Diana Sudah Direncanakan
Mosaik Putri Diana (23): Diana-Charles Saling Mencinta
Mosaik Putri Diana (24): Dodi Bukan Cinta Sejati Diana