Seperti biasanya peringata kematian Diana setiap tahun dipusatkan di Istana Althorp. Perayaan pada 2001 istimewa, karena diadakan pada 1 Juli, hari di mana sesungguhnya Diana akan genap berusia 40. Bagi Spencer, dukacita yang tak pernah pudar dari orang-orang asing yang datang ke Althorp membuat dia sendiri bingung. “Saya merasa berat melihat orang-orang meneteskan air mata,” katanya.
Ketika Diana meninggal, Charles Spencer tinggal di Afrika Selatan bersama empat anaknya—Kitty, si kembar Eliza dan Katya Amelia, dan Louis. Spencer dibangunkan tepat setelah tengah malam oleh deringan telepon dari manajer Istana Althorp. Esok paginya, dia menjumpai anak-anaknya sambil menangis. “Saya katakan, ‘Ayah mendapat kabar mengerikan. Ayah khawatir Bibi Diana meninggal,’” kenangnya. “Mereka terpaku di sekitar saya memperlihatkan rasa sedih yang luar biasa.” Mereka juga mencoba membantu. “Suatu saat setelah sarapan, saya mendengar suara berisik.. Kitty, yang masih berusia 6 tahun, sedang menarik kursi menyeberangi lantai dapur agar dia bisa berdiri di bak cuci,” katanya. “Perilaku-perilaku kecil seperti itu memperlihatkan bahwa mereka sungguh menunjukkan tenggang rasa.”
Baca Juga: Mosaik Putri Diana (27): Diana Tak Ingin Mampir ke Paris
Perilaku publik yang lebih besar, seperti lautan bunga yang memenuhi gerbang Istana Kensington pada hari-hari setelah kematian Diana, aneh sekaligus menenteramkan. “Malam sebelum pemakaman, saya bersama keluarga berangkat ke Taman Kensington dan berkeliling sekitar setengah jam,” kenangnya. “Kami tidak menonjolkan diri. Rasanya tenteram melihat begitu banyak orang yang terkejut karena (kematiannya).”
Spencer bangun pada pukul 04.30 pagi pada suatu pagi untuk menulis eulogi. “Butuh waktu satu setengah jam,” katanya. “Keluar begitu saja.” Dekat saat pemakaman, dia mengunjungi peti mati saudaranya di sebuah kapel di Istana St. James. Dia memutuskan untuk tidak melihat tubuh Diana. “Dia telah terluka sangat parah, “ katanya,” dan saya ingin mengenang dia seperti yang saya kenal sebelumnya.” Sendirian di kapel itu, Spencer menyampaikan euloginya kepada Diana.
Ketika matahari muncul keesokan paginya, Spencer berusaha keras mengingat mengapa dia ada di tempat itu. Suara lonceng gereja, tangisan para pengantar sepanjang rute iring-iringan, suara-suara sepatu di aspal—semua itu terasa memedihkan hati. Berjalan di belakang peti mati Diana—di samping William dan Harry, Pangeran Charles, dan Pangeran Philip—“adalah pengalaman paling menyiksa dalam hidup saya,” kenangnya. “Ada perasaan yang nyata tentang kesedihan yang paling dalam...., semua itu menghantam dirimu. Itulah terowongan dukacita.”
Baca Juga: Mosaik Putri Diana (28): ‘Berhati-hatilah, Paul’
Wiliam dan Harry
Spencer pada saat itu sebenarnya menentang ide Istana agar William, ketika itu 15, dan Harry, hampir 13, ikut serta dalam iring-iringan duka itu. “Saya rasa Diana tidak ingin mereka melakukan hal itu,” katanya. Namun demikian, “Saya memperoleh pesan dua hari sebelum pemakaman yang mengatakan bahwa mereka akan melakukan hal itu dan mereka juga ingin saya ada di sana.” Pada akhirnya, memang William dan Harry bisa “melakukannya dengan anggun”, kata Spencer.
Setelah pidatonya di Abbey, publik memberikan persetujuan mereka kepada Spencer, dan dengan demikian menghapus citra buruknya sebelumnya. Julukan Champagne Charlie pada pertengahan ’80-an dari pers Inggris karena kesukaannya berpesta, reputasi Spencer secara besar-besaran direhabilitasi setelah dia dengan berani membela saudaranya.
Artikel Terkait
Mosaik Putri Diana (22): Kecelakaan Diana Sudah Direncanakan
Mosaik Putri Diana (23): Diana-Charles Saling Mencinta
Mosaik Putri Diana (24): Dodi Bukan Cinta Sejati Diana
Mosaik Putri Diana (25): 'Dia Tidak Cocok untuk Putri'