Oleh Ready Susanto, editor dan penulis
Mewakili Penerbit Pustaka Utama Grafiti sebagai penerbit undangan, penulis bersama Eko Endarmoko, berkesempatan hadir di Pameran Buku Frankfurt ke-48 pada 2-7 Oktober 1996. Berikut ini adalah catatan perjalanan penulis yang sudah diterbitkan dalam buku Buah Tangan dari Frankfurt: Sejumlah Kenangan dan Catatan tentang Dunia Perbukuan (Penerbit Matakamera, 2020).
Cokelat bukan barang mahal di Jerman, setidaknya untuk standar mereka. Saya dan Mas Moko pernah masuk ke sebuah pusat perbelanjaan dan menemukan ratusan—atau jangan-jangan ribuan—jenis dan merek cokelat dari yang berharga “murah” 2-3 DM hingga yang berharga puluhan DM. Setiap toko yang kami kunjungi mesti memiliki rak-rak khusus yang berisi cokelat.
Kami membeli cokelat di kedai langganan kami di Gutleutstrase untuk buah tangan ke tanah air. Beberapa jenis yang agak berbeda, misalnya cokelat yang di dalamnya berisi alkohol, kami dapatkan di toko-toko lain yang kami kunjungi.
Baca Juga: Pameran Buku Frankfurt ke-74 Resmi Dibuka
Kami mengunjungi juga beberapa pusat perbelanjaan. Rupanya potongan harga juga menjadi acara akhir tahun di pusat-pusat perbelanjaan ini. Sebuah sepatu berlabel DM 125 bisa dibeli seharga DM 85, demikian juga sepatu bayi bermerek Barbie dan tas kulit besar (DM 79). Ikat pinggang kulit harganya “hanya” sekitar DM 6 saja.
Minyak wangi bermerek tampak dijual dengan potongan diskon yang barangkali sebenarnya menggiurkan. Sayangnya saya tidak begitu mengerti merek dan harga parfum sehingga tidak begitu tertarik.
Sebuah boneka saya dapatkan secara tak sengaja di toko lantai dasar Torhaus, ketika kami sedang mencari sebotol minuman. Boneka itu berwujud seekor sapi dengan warna ungu muda bercampur putih. Tanduknya tegak, di lehernya terkalung medali berwarna emas. Di dalam bungkus plastiknya, sapi itu berdiri di atas tumpukan medali, yang saya tahu isinya adalah cokelat.
Baca Juga: Peraih Nobel Sastra Abdulrazak Gurnah Hadir di Pameran Buku Frankfurt 2022
Satu boneka lagi saya temukan di Stasiun Kota Mainz. Di sebuah toko di dalam stasiun saya menemukan boneka ikan berwarna-warni cerah, kuning dan biru. Itulah bonek Flounder, ikan sahabat putri duyung Ariel dalam cerita Little Mermaid.
Mas Eko membeli beberapa cendera mata, seperti jam tangan yang dijual di seputaran Hauptbanhopf. Saya tidak begitu tertarik pada jam tangan saat itu. Namun akhirnya membeli juga jam tangan, justru di arena pameran. Jam tanpa merek, berwarna dasar abu-abu keperakan polos dengan jarum berwarna hitam. Ada gambar orang berlari, logo Frankfurt Book Fair ke-48, di sebelah kanan tepat di atas kotak tanggal. Jam itu selalu mengingatkan saya pada Frankfurter Buchmesse. Jam itu didiskon separo dari harga aslinya karena dibeli hanya beberapa jam sebelum FBF berakhir. Semua suvenir FBF, seperti kaus, mug, pin, gantungan kunci, hiasan meja, payung, dan jam tangan semua dijual “obral” pada hari terakhir itu. Jam tangan tak bermerek itu—sesungguhnya ada merek SignO di bagian belakangnya—saya pakai sampai empat tahun kemudian dan kondisinya baik-baik saja.
***
Ikuti lanjutan tulisan ini dalam Buah Tangan dari Frankfurt (17): ‘Pasar Kaget’ Frankfurt Book Fair
Artikel Terkait
Buah Tangan dari Frankfurt (12): Seminar dan Kopi Gratis
Buah Tangan dari Frankfurt (13): Buku Gratis dan Buku Hilang
Buah Tangan dari Frankfurt (14): Beberapa Menit Bersama Gutenberg
Buah Tangan dari Frankfurt (15): Disiplin Sopir Bus