JAKARTA, Jakarta.Suaramerdeka.com,- Dikutip dari Guardian, Michel Platini, saat itu menjabat sebagai ketua panitia penyelenggara Piala Dunia 1998 di negerinya sendiri, menjelaskan bahwa alokasi grup untuk tim unggulan saat itu diatur sedemikian rupa, agar Perancis terhindar dari Brasil di babak awal fase gugur. Harapannya, mereka baru akan bertemu di babak final, yang Platini sebut sebagai ‘final idaman semua orang’
Di jama presiden FIFA Sepp Blatter, skandal demi skandal sepak bola dunia, mewarnai perjalanan sepak bola modern, sebagai bagian dari industri. Begitu banyak, perusahaan raksasa ingin masuk ke FIFA. Contoh, Adidas sebagai sponsor bola, bisa bertahan 20 tahun. Sehingga, Nike kompetitornya sampai hari ini, hanya di luar FIFA. Lihat saja, persaingan Hyundai dan KIA, untuk urusan kendaraan ofisial 32 negara, juga saling sikut menyikut.
Bahkan, penunjukan tuan rumah FIFA World Cup, juga selalu menggunakan politik uang. Dan, akhirnya semua anggota EXCO FIFA di jaman Sepp Blatter diciduk FBI. Setelah terungkap suap menyuap Afsel jadi tuan rumah. Bahkan, presiden UEFA – Michael Platini, sejak 2015 lalu dihukum 4 tahun, karena ikut terseret oleh skandal yang diciptakan Sepp Blatter dan kawan-kawan.
Masih ingatkah penggemar sepak bola dunia, ketika Sepp Blatter, harus mengulang hasil hitungan suara antara mayarakat dan hitungan FIFA, untuk memilih seorang pemain yang dinobatkan, sebagai pemain terbaik sepanjang masa. FIFA sangat berharap, Pele sebagai juaranya. Namun, hasilnya justru Maradona yang terpilih menjadi pemain terbaik sepanjang masa.Bahkan, sampai polling pun diulang. Intinya, FIFA sudah benci banget sampai ke ubun-ubun otaknya Blatter.
Mengapa FIFA dibawah komando Sepp Blatter, tidak ingin ada nama Maradona? Karena, karakter dan cara berpikir Maradona, tidak sepaham dengan keinginan FIFA. Puncaknya, ketika Piala Dunia 1990, skenario FIFA yang berharap Italia sebagai tuan rumah lolos ke final, dihancurkan oleh Argentina dibawah kapten Maradona.
Bahkan, sejak dari babak penyisihan, Argentina “digarap” oleh para wasit FIFA, untuk selalu mengeluarkan kartu kuning untuk pemain Argentina. Sehingga, saat berlaga di final, Argentina tidak bisa diperkuat oleh enam pemain intinya, yang terkena akumulasi dua kartu kuning. Makanya, Argentina dibuat terpincang-pincang di partai final di stadion Olimpico Roma, Italia. Tanpa diperkuat Pedro Monzon, Claudio Caniggia, Jose Serrizuela, Sergio Batista, Ricardo Giusti dan Julio Olarticoechea.
Masih belum puas, benci dan dendamnya dengan Diego Maradona, orang nomor satu di FIFA – Sepp Blatter itu, kembali mempermalukan Maradona di World Cup Amerika Serikat 1994. Setelah mencetak satu satu gol kemenangan atas Yunani di fase grup D, dan kemudian seusai melawan Nigeria, Maradona langsung didatangi petugas cewek, anggota tes doping. Dan, kemudian dinyatakan gunakan tes doping, setelah dinyatakan positif, Maradona dihukum FIFA.
Bandingkan dengan, striker Peru Paolo Guerrero, yang sudah dihukum 14 bulan karena doping, justru diperbolehkan oleh FIFA berlaga di Rusia. Hehehehehehe….aneh bukan? Itulah konspirasi FIFA yang disebar mBah Coco.
Ocehan Michael Platini, bahwa final ideal antara tuan rumah Perancis dan Brasil di Piala Dunia 1989 itu, menurut mBah Coco, bukan hanya faktor keinginan orang-orang yang duduk di lingkunan FIFA, atau para anggota EXCO FIFA. Melainkan, adanya konspirasi, antara FIFA, sponsor dan televisi.
Artikel Terkait
Politik adalah Komedi Baru
Ferdy Sambo dan Kekuasaan.
Adab dan Etika Politisi
Kekalahan itu Guru.