Bela Negara, Bukan Sekadar Aksi Angkat Senjata

- Kamis, 2 Februari 2023 | 23:03 WIB
La Ode Muhammad Fathun (bn)
La Ode Muhammad Fathun (bn)


Oleh: Danis Tri Saputra W, S.IP, M.IP 

Dosel UPNVJ dan Direktur Eksekutif Indodata

Sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan, nilai-nilai utama bela negara telah lahir bahkan sebelum Indonesia berdiri. Kesamaan sebagai sebuah bangsa yang terjajah, membuat rakyat Hindia Belanda bergerak dan berjuang menuju cita-cita bangsa merdeka. Bukan hanya dengan angkat senjata, namun pada setiap lini bidang, perjuangan itu diwujudkan. Tersebutlah contoh seperti dalam dunia pendidikan dengan tokoh utamanya Ki Hajar Dewantara. Pendidikan yang berkualitas untuk para pribumi kala itu bukan lagi mimpi. Kemudian perkembangan emansipasi wanita yang didorong oleh R.A. Kartini, membuat perempuan memiliki kesempatan mengembangkan diri.

Berbagai bentuk perjuangan dengan perbaikan kualitas bangsa, tak terelakan menjadi cikal bakal terbentuknya nilai-nilai bela negara. Usai kemerdekaan bangsa Indonesia, implementasi nilai-nilai bela negara menjadi kian nyata. Bangsa Indonesia kini berkesempatan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif. Untuk dapat terus mengisi, tentunya perlu juga upaya untuk menjaga kemerdekaan itu. Sehingga bangsa Indonesia dapat terus eksis dalam percaturan global.

Tujuan utama dari bela negara adalah menumbuhkan sikap nasionalisme dan patriotisme, sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat menjadi warga negara yang baik dan memiliki kesadaran untuk membangun dan mempertahankan negara dan bangsa sepenuh hati. Dewan Ketahanan Nasional (2018) merilis sebuah konsepsi bela negara, sebagai berikut: cinta terhadap tanah air; sadar berbangsa dan bernegara; yakin akan pancasila sebagai ideologi negara; rela berkorban untuk bangsa dan negara; memiliki kemampuan awal bela negara; dan memiliki semangat mewujudkan negara yang berdaulat, adil dan makmur.

Kini penjajah telah pergi, namun ancaman masih tetap ada. Kesadaran inilah yang perlu disadari segenap bangsa Indonesia. Agar bisa mempertahankan Indonesia dari segala ancaman. Bukan hanya ancaman militer, namun dalam ranah yang lebih luas ancaman kini telah berbentuk nirmiliter. Diantaranya seperti ancaman pada sektor kesehatan, lapangan pekerjaan, pendidikan, kemiskinan, ekonomi, pemerintahan yang buruk, dan lain sebagainya. Apalagi di era digital saat ini, serangan nirmiliter pun telah merambah pada dunia siber.

Hasil riset bela negara dalam Perspektif Publik di Era Digital tahun 2021, menunjukkan serangan nirmiliter tersebut menjadi perhatian yang serius. Metode survei digunakan untuk mengukur persepsi masyarakat Indonesia terhadap bela negara di era digital. Pengumpulan data dilakukan melalui tiga rangkaian survei yang dilakukan secara bersamaan, yaitu media online monitoring, survei digital pada big data media sosial dan survei persepsi publik Indonesia pada 34 provinsi di Indonesia.

Berdasarkan hasil survei, terlihat bahwa dalam analisis media online monitoring tentang isu-isu yang berkaitan dengan bela negara, menemukan beberapa isu utama yang mempengaruhi opini publik. Diantaranya isu Covid-19 menjadi isu yang paling sering muncul (13,2%), diikuti isu komponen cadangan (8,5%), pembinaan bela negara (4,7%), bela negara (4,7%), pendidikan bela negara (3,8%), dan vaksinasi Covid-19 (3,8%). Selain itu, ekonomi UMKM (2,8%), TWK KPK (2,8%), ideologi (1,9%), program bela negara (1,9%), patriot bela negara (1,9%), wajib militer (1,9%), dan pajak (1,9%). Bukan hanya itu, berikutnya ada isu tentang Monumen bela negara (1,9%), Jihad dimaknai bela negara (0,9%), vaksin Pfizer (0,9%), toleransi umat beragama (0,9%) dan dikuti oleh isu lainnya. Keadaan ini memperlihatkan bahwa isu-isu tentang bela negara lebih sering dilekatkan dengan isu-isu nir-militer dari pada isu-isu militer.

Tak berbeda dengan survei media online monitoring, pada survei digital big data juga menunjukkan adanya isu-isu nir-militer melekat pada bela negara. Sentimen negatif paling besar ditemukan pada keyword #sayapancasila yaitu 17%, dibandingkan keyword bela negara (16%), #belanegara (8%), cinta tanah air dan bangsa (1%), Pancasila (12%), dan #nkrihargamati (11%). Adapun sentimen positif paling tinggi dapat terlihat dari keyword cinta tanah air dan bangsa (71%). Jika dilihat dari waktu mention hampir semua keyword  terbanyak juga terjadi antara bulan September 2021 dan November 2021 berdekatan dengan peringatan hari bela negara, dengan mayoritas isu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan nir-militer. Isu-isu yang menyebar dan diperbincangkan di media digital juga memiliki kesamaan dengan isu-isu yang menyebar di media online dan secara umum berkaitan dengan isu-isu nir-militer.

Dalam survei tersebut, promosi nilai-nilai dan usaha-usaha bela negara yang dilakukan berbagai komponen mulai dari pemerintah, media, institusi pendidikan, swasta dan berbagai komponen lainnya dianggap berhasil. Hal itu nampak dari relevansi isu-isu media online dengan pendapat publik di media sosial. Sehingga publik mampu menerima pesan-pesannya dengan afirmasi yang positif. Afirmasi positif ini juga didorong oleh kesadaran publik. Utamanya dalam bekerja sama menciptakan pertahanan terhadap bahaya pandemi Covid-19. Hanya saja, afirmasi positif ini masih terbatas di dunia digital. Sehingga afirmasi positif itu belum tentu terbentuk dengan baik di dunia nyata.

Sementara itu, berdasarkan survei persepsi publik Indonesia pada 34 provinsi di Indonesia, ditemukan kesimpulan bahwa 57% masyarakat sudah mengetahui bela negara sebagai bentuk perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Di era pandemi, masyarakat juga terdorong secara masif untuk ikut serta dalam kegiatan bela negara sebagai usaha kolektif yang diprakarsai oleh pemerintah. Selain itu, sebanyak 71,3% dari responden yang disurvei menyatakan bersedia mengikuti bela negara. Masyarakat juga menilai, sebesar 66,8% responden sepakat bahwa aksi bela negara bersifat nir-militer . Sementara berbentuk kegiatan pelatihan militer atau Komcad sebanyak 27,1% dan sebesar 6% responden tidak menjawab.
Berbeda dengan hasil pada dua model survei sebelumnya, pada survei persepsi publik ini mayoritas masyarakat masih mempersepsikan bela negara sebagai wajib militer. Hal tersebut nampak dari jawaban 57,5% responden yang menjawab bahwa bela negara sebagai wajib militer. Sementara hanya 34,9% responden saja yang menyatakan tidak, dan 7,6% tidak menjawab. Sebagai informasi, jumlah responden yang ditetapkan dalam survei bela negara ini sebanyak 1.200 orang, dengan proporsi 50% laki-laki dan 50% peresmpuan. Tingkat margin of error berada pada angka 2,83% dan tingkat kepercayaan sebanyak 95%,

Sementara itu, survei yang dilakukan melibatkan sampel dari wilayah pedesaan berjumlah 48% dan populasi wilayah perkotaan berjumlah 50,2%. Populasi sampel pada setiap provinsi, sama dengan proporsi populasi provinsi dari hasil sensus BPS 2020. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan provinsi dengan jumlah proporsi paling sedikit yakni Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku dan Maluku Utara. Lebih dari separuh atau 51,6% responden merupakan milenial dengan rentang usia 24-39 tahun.

Dari gambaran survei itu, nampak bahwa ada transformasi arti bela negara yang bergerak lebih luas dan dalam. Bukan hanya dalam artian angkat senjata, namun perjuangan pada masing-masing profesi juga bisa disebut sebagai bela negara. Terutama pada perjuangan melawan Covid-19. Pemahaman mengenai aksi bela negara itu, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, kondisi politik, ekonomi dan pertahanan nasional yang stabil. Kedua, peran berbagai aktor yang saling terhubung dan terkoordinasi dengan baik. Ketiga, adanya kesadaran kolektif tentang pentingnya peran pemerintah dalam menyelesaikan pandemi Covid-19. Dengan semakin membaiknya pemahaman mengenai aksi bela negara itu, diharapkan dapat turut membangun dan mempertahankan negara dan bangsa sepenuh hati.

 

Editor: Budi Nugraha

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Membangun Empati Pada Keselamatan Lalulintas

Minggu, 26 Maret 2023 | 03:45 WIB

Sketsa Serba-Serbi Sholat Subuh (1)

Kamis, 23 Maret 2023 | 07:50 WIB

Duo Plate dalam Pusaran Korupsi BAKTI Kominfo

Rabu, 15 Maret 2023 | 00:32 WIB

Tantangan Besar Erick Thohir

Kamis, 9 Maret 2023 | 15:32 WIB

Mari Kita Ubah, Sebelum Kita Diubah Bangsa Lain!

Kamis, 9 Maret 2023 | 06:46 WIB

Pemilu 2024 Harus Tetap Digelar Tepat Waktu

Selasa, 7 Maret 2023 | 23:09 WIB

Erick Thohir dalam Bayang-bayang Mpu Gandring

Senin, 6 Maret 2023 | 23:43 WIB

Robohnya Pancasila Kami

Selasa, 28 Februari 2023 | 23:55 WIB
X