JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Ketua Dharma Wanita Pusat, Franka Makarim, mengajak masyarakat untuk bersama-sama menguatkan tekad mewujudkan pendidikan yang kondusif dan suportif. Franka mengatakan masih banyak anak-anak down syndrome yang mengalami diskriminasi karena kondisi yang dimiliki.
Hal tersebut tidak hanya merugikan anak, tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya. "Setiap anak memiliki potensi yang dapat mendukung kemajuan masyarakat serta bangsa dan negara," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Franka, sosialisasi publik yang lebih luas perlu dilakukan agar pola pikir dan pemahaman orang tua, guru, dan masyarakat umum terus berubah dalam menyikapi down syndrome.
Hari down syndrom sedunia mengangkat tema “With Us for Us”. Melalui tema ini, diharapkan masyarakat dapat meninggalkan stigma masa lalu yang menganggap anak-anak down syndrome sebagai objek yang memerlukan orang lain bahkan ketergantungan pada pertolongan orang lain.
"Mari kita ciptakan dunia yang ramah dan memberikan perilaku adil bagi mereka, menerima kehadiran mereka dengan tidak memandang sebelah mata. Kita meyakini bahwa mereka memiliki potensi, rasa, mimpi, dan mampu berkontribusi bagi masyarakat," imbaunya.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi mengajak masyarakat agar memantau perkembangan anak sejak dalam kandungan guna meminimalisir terjadinya down syndrome.
Sejak masa kehamilan, orang tua bisa melakukan pemeriksanaan di tempat layanan kesehatan. Kemudian, setelah lahir bisa memantau pertumbuhan anak, menstimulasi anak dengan mengenali tanda serta gejala yang terjadi pada tumbuh kembang anak.
"Saat ini sudah ada buku kesehatan untuk anak sejak dalam kandungan ibunya, maka seharusnya orang tua dapat memantaunya. Di sini saya harap peran ibu-ibu Dharma Wanita dan Bunda PAUD bisa membantu untuk memantau," tutur Kartini.
Senada dengan Kartini, Pendiri Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS), Noni Fadhilah menekankan pola asuh bagi anak down syndrome.
"Butuh kesabaran dalam pengasuhan, dan bukan hanya orang tua yang berperan tetapi juga lingkungan diharapkan dapat berperan aktif dalam tumbuh kembang penyandang down syndrome," ujar Noni.
Selanjutnya, Joko Yuwono, salah satu anggota Asosiasi Profesi Ortopedagogik Indonesia (APOI) berharap agar pemerataan pendidikan inklusi dapat diimplementasikan di seluruh wilayah Indonesia.
"Akses pendidikan di Indonesia sekarang sudah terbuka lebar, baik melalui Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun sekolah inklusi. Semoga akses ini semakin merata dan dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan," harap Joko.***